narrative writings of thesunmetmoon

233.

#gyuhaooffice

Sorak sorai ceria. Ledakan kembang api yang begitu banyak mewarnai langit malam. Terompet berkumandang dari segala arah.

“Wiken kemarin...aku tidur sama Mingyu...”

Jeonghan berhenti. Joshua diam memandangnya dengan ekspresi yang, jujur saja, tidak terbaca bahkan olehnya. Ia hanya tahu bahwa Joshua menunggu sesuatu darinya.

Tegukan ludah.

“Mas...marah?”

Jeonghan tersenyum.

“Tergantung,” meski begitu, matanya berkilat berbahaya. Ada api cemburu berkobar di sana, tenang, diam-diam. Sebuah kobaran kecil namun stagnan. “Kenapa?“

Joshua menghirup napas tiba-tiba. Kepala mereka masih berdekatan satu sama lain di sudut sepi tanpa siapapun di sekitar mereka. Pancar angkara menguar dari tubuh Jeonghan, membuat Joshua ketakutan. Gugup. Mungkin campuran semua.

“Kalo aku bilang as closure, Mas percaya...?” cicitnya, hampir tak terdengar oleh Jeonghan. “Mingyu...Mingyu pernah cinta sama aku, Mas. Berkali-kali dia ngajak aku nikah. Padahal...yah...”

Tidak ada orang yang cukup gila melamar orang yang dia tiduri bareng kakak kandungnya, apalagi orang itu cinta mati dengan kakaknya itu. Kim Mingyu memang epitome dari kegilaan di dunia.

“Jadi aku...nggak tau, aku kangen. Nggak paham kenapa aku kangen dia. Pas dia nelpon aku, aku ajak ke kamarku dan...”

Kali ini, Joshua tidak sekalipun menunduk.

“Dia juga...dia juga kayak lagi mastiin sesuatu. Pelokannya beda. Ciumannya beda. Ada yang dia pikirin dan dia nyentuh aku kayak mau make sure apa yang dia pikirin itu...”

Tidak menunduk, karena ia ingin melihat semua yang tertulis di wajah Jeonghan.

”...Terus?” kata itu keluar dari mulut Jeonghan hampir seperti geraman yang ditahan.

Joshua tersenyum lemah sambil menggeleng perlahan.

“He cummed in me only once that night.”

Tangan Jeonghan terkepal kencang hingga buku-buku jarinya memutih. Dia menggigit bagian dalam mulutnya.

“And he kissed me.”

Kepalanya mulai panas.

“Our last kiss.”

Kerjapan mata.

“Udah kelar, Mas. Selesai,” Joshua mengambil tangan Jeonghan, membelainya hingga rileks kembali. Tangan yang lain mengusap pipi lelaki itu. “Udah nggak ada lagi Mingyu di hati aku. Dan tadi, pas aku nyanyi, Cheol juga akhirnya lepas, udah nggak ada. Biarin.

Biarin mereka berdua pergi, bawa bagian hati aku yang mati.

Tapi, yang di dalam sini, sekarang,”

Kini, ia membawa kedua tangan Jeonghan ke dadanya, tepat di atas jantungnya.

“Cuma kamu, Mas......”

Barulah Joshua menunduk sedetik kemudian ketika sadar betapa memalukannya ucapan barusan. Namun, ia tidak bisa terus menunduk, karena Jeonghan langsung mengangkat dagu dan menciuminya. Menciuminya dengan terburu-buru, hingga habis napas mereka berdua.

“Fuck...I thought you played me again...,” getar bibir Jeonghan pada bibirnya sembari mereka menghirup oksigen. “Padahal lo tau gue nggak suka direpotin. Lo orang paling ngerepotin yang gue tau. I hate you. I fucking hate you.”

Ditangkupnya wajah Joshua, yang memandangnya dengan sayu. Bibir merah membuka, mengundang. Cantik. Cantik sekali lelaki ini...

Joshua-nya...

“Fuck Kim Mingyu...,” decaknya. “Dia pegang lo lagi, gue sunat dia.”

“Nanti Hao marah,” tawa Joshua.

“Well, fuck them both.”

“Mas...”

“Hmm?” kecupan di bibir lagi.

“Aku ulang tahun lho kemarin.”

“Oh ya?”

“Mmm,” Joshua memagut bibir lelaki itu. “Mau kado.”

“Ngerepotin aja,” Jeonghan menarik bibir bawah Joshua, lalu memasukkan lidahnya ke dalam, menemukan lidah lain, membuat Joshua mengerang indah. Ciuman ia lepas lagi. “Mau apa?”

Joshua menggesekkan pinggulnya ke bagian depan celana Jeonghan. Sentakan napas pun terdengar.

“Bersihin dalemnya aku, ya?”

Oh fuck...

“Jangan pake kondom...,” Joshua menjilat bibir Jeonghan. “Aku mau Mas bersihin aku. Semua. Semua... Mulutku, perutku, dalamku...hatiku...

...sampe semua dari aku jadi milik Mas...”

Milik orang yang tetap menggenggam tangannya di bawah deras hujan.