235.
“Min—”
Haa...
”—Gyu—mmph—”
Tiga kali? Bercanda. Minghao tidak tahu sudah berapa kali bibir itu melumat bibirnya. Sudah berapa kali lidah itu bertautan dengan lidahnya. Ia didorong paksa ke semak, tersembunyi dari empat pasang mata mabuk lainnya. Mingyu menindihnya dengan tubuhnya yang besar dan berat. Tiap ciuman, tiap helaan napas, semakin dan semakin ganas ia melahap.
Minghao takut.
Kim Mingyu marah. Jelas sekali. Dan ia ketakutan. Minghao mengutuk dirinya sendiri, mengapa ia menceritakan soal ciuman itu pada Mingyu. Mengapa ia melebih-lebihkan pula. Entahlah. Lelaki itu membuatnya tak bisa berpikir jernih.
“Mingyu, tunggu—”
Tangan besar mengusap tubuhnya di bawah pakaian, lalu seenaknya menyusup ke dalam kerah. Dingin bertemu hangat kulit. Minghao bergidik.
”—jangan—”
Geligi Mingyu turun ke lehernya. Menjilati. Menggigiti perlahan. Dan, ketika ia menyesap kuat leher lembutnya sampai memerah, Minghao menjambak rambut Mingyu, mengerang panjang.
“Hmm? Sensitif di situ?” lidahnya menjilat lidah Minghao. Ia terkekeh. “Kalo di sini?” Jantung Minghao berdebar kencang. Tangan Mingyu turun, turun...sampai ke antara kedua pahanya...
Jangan—!
DUAKKK!!
Refleks, ia menendang lelaki itu hingga terjerembab, punggung membentur tanah. Minghao menarik napas seperti kesetanan. Ia menarik-narik bajunya yang sudah berantakan. Mengusap bibirnya dan tangis pada pipinya. Ia pasti berantakan sekali.
“Fuck you!” ditendangnya lagi Mingyu yang meringkuk mengenaskan. “FUCK YOU!“
Dan ia pergi, berlari, meninggalkan lelaki itu.