249.
Mingyu berdiri di pinggir meja makan. Tas dan jaketnya ia jatuhkan begitu saja ke lantai. Tatap matanya sayu, terpekur memandangi sepiring penuh nasi goreng yang ia masak tadi pagi lengkap dengan notes yang masih terlipat rapi. Nasi goreng itu telah ia bungkus dengan cling wrap agar tetap hangat saat Wonwoo bangun dan memakannya.
Sekarang, nasi itu sudah dingin. Tak lagi ada gunanya cling wrap tersebut.
Mingyu mengambil notes, membuka dan membacanya. Kemudian, ia terkekeh geli.
(“Nanti nyesel lho.”)
(“Ntar malem juga ketemu.”)
“Seok anjing,” kekehnya makin kencang. Notes itu ia robek menjadi serpihan lalu dibuangnya ke tong sampah. Mingyu mengambil piring yang bahkan tak disentuh tersebut, kemudian menghangatkannya di microwave. Jus jeruk kotakan ia tuang ke gelas berisi es batu.
Melewati kamar Wonwoo, tidak ada tanda-tanda kehidupan terasa dari balik pintunya, pertanda Wonwoo belum pulang. Mungkin masih sibuk bekerja, atau keluar makan malam dengan Alpha muda itu. Apapun, Wonwoo menghendaki Mingyu tidak ikut campur. Maka ia, membuang ego Alpha-nya, dengan susah payah menyerah dan memutuskan untuk menurut.
Baiklah.
Jika itu mau Wonwoo, baiklah.
Di dalam kamarnya sendiri, Mingyu mengunci pintu. Tombol lampu ditekan menyala. TV ia setel. AC dihidupkan. Dasi dilempar sembarangan ke atas meja tulis. Kancing kemeja dibuka semua. Ia naik ke atas tempat tidur, jus jeruk di nakas, lalu menyendok nasi gorengnya.
“Asin.”
Pantas saja Wonwoo tidak mau menyentuhnya.
“Asin banget...”
Sebulir air mata jatuh ke piringnya.
”...Nggak enak...”