narrative writings of thesunmetmoon

249.

#gyuhaooffice

Tidak ada yang bersuara setelahnya. Mingyu terlalu sibuk memproses apa yang baru saja terjadi dan Minghao diam seribu bahasa. Kerah kemudian dilepas. Punggung kembali bersandar ke kursi. Handphone menelungkup di atas meja, menjadi sumber kebencian saat ini.

”...Paham?” pelan, Minghao bergumam, namun menusuk hati Mingyu jauh ke dalam. “Salah lo dimana, lo paham...?”

Barulah ketika itu, Mingyu sadar apa yang telah ia lakukan di malam tahun baru. Padanya, pada orang yang ia ingin kenal lebih dekat. Pada orang yang ingin ia cium bibirnya dalam pelukan hangat. Pada orang yang, demi dirinya, Mingyu menutup lembaran panjang nan lama dengan Joshua.

Tergambar di parasnya dalam sekali lirik: sebuah kengerian.

Minghao menghela napas, agak merosot di kursi. Ditatapnya langit-langit kamar kost Mingyu.

“That was my ex,” kisahnya. “Cinta pertama gue. Mantan sales di kantor kita sebelom dia dipaksa resign. Ramah. Supel. Agak childish. Just like you, Gyu.” Senyumannya timpang. “We were okay, at first. Sampe satu proyek gue sukses dan dia mulai iri. He's an ambitious little shit. Tiap gue dipuji, dia kesel.”

Kisah yang membosankan, jika dipikir-pikir. Tidak ada bedanya dengan sinetron hidayah siang hari yang ujung-ujungnya terlalu dilebih-lebihkan.

“Setahun, gue sama dia. In the end, gue dipromosi. That's it. That's the trigger. Dia ngamuk parah. Harusnya dia yang dipromosi, katanya. Gue maen curang, katanya. Gue pasti tidur sama atasan, katanya...”

Minghao meneguk ludah.

”...so he did that.”

Mingyu masih tidak mampu berkata-kata.

And then, he sent it to all people in our office.”

Oh fuck...

”....Bang Minki, Bang Jihoon...tau?”

Minghao mengangguk.

“Mas Han, Seokmin, Chan...tau?”

Ia mengangguk lagi.

Fuck...,” helaan napas yang berat. Mingyu memijit kening. Bahunya turun dalam keputus asaan. Ia merasa amat lelah secara mendadak. “...Kenapa nggak ada yang kasih tau gue...?”

Mendengar itu, Minghao tertawa ringan.

“Karena nggak ada yang cukup gila buat ngehadepin Bang Jihoon.”

Ia termenung. “........Bang Jihoon?” tanyanya

“Humm,” gumam Minghao. “Bang Jihoon langsung seret mantan gue itu ke ruang meeting. Gue nggak tau dia apain, yang pasti, hari itu juga dia diumumin resign dengan tidak terhormat, terus besoknya nggak pernah muncul lagi.

Bang Jihoon juga langsung kirim email dan bilang ke semua orang, kalo dia nggak mau denger satu orang pun ngomongin soal ini ato 'lo besok ilang dari kantor ini dan gue make sure lo di-black list di semua agensi rekrutmen dan kantor yang lain'.

Hening.

”.....Jejangan Bang Jihoon yang punya tuh kantor ya?”

“Nggak tau deh,” tawa Minghao lagi. “Thanks for him, video itu pun ilang.”

“Tapi,”

Mingyu memaku tatapan Minghao.

“Kenapa lo masih simpen video itu?”

Pandangan Minghao melembut, seraya senyuman, sama lembutnya, merekah di bibir.

“Biar gue nggak pernah lupa, bahwa ada orang-orang kayak mantan gue itu di luar sana.”

....

”.....Gue....termasuk?”

Senyum Minghao tidak pudar.

“Tergantung. Lo sadar salah lo dimana?”