27.
Jun menunggu respon Wonwoo. Jihoon, juga, diam, tak berkata apa-apa. Seperti terbalik, keadaan saat ini, sekarang Wonwoo yang memegang bola. Penerimaannya yang dinanti mereka. Ia bisa menjadikan ini awkward atau menjadikan ini kelegaan.
Which, we all know the one he's gonna choose, anyway.
“Oh...,” ia akhirnya bergumam. “Kok gue, eh, baru tau? Bukannya lo lagi, err, deketin cewek di kelas sebelah sekarang?”
Tidak ada dari kedua temannya menampakkan perubahan air muka, tapi Jihoon diam-diam menghembuskan napas yang sempat tertahan. Tidak lama, Jun pun meringis. Wonwoo lega karena ia tidak salah memilih jawaban.
“Cerita lama sih.”
“WOI GI PADA NGAPSKI??”
Refleks mereka bertiga menoleh untuk menemukan sisa geng mereka. Perutnya membuncit, kenyang akan makanan kantin, dan masih membawa setusuk sosis bakar di tangan. Sosis yang sudah digigit hingga setengah. Soonyoung duduk di meja sebelah Wonwoo, di belakang bangku yang dijajah Jihoon.
“Lagi ngomongin cowok Jun,” to Wonwoo's surprise, Jihoon dengan santai menjawab Soonyoung.
“Mantan,” Jun membenarkan.
“Ah,” decakan sepat meluncur dari lidah Soonyoung. “Si bangsat itu. Tangan gue masih gatel pengen hajar dia.”
“Jangan dong, ntar nggak ganteng lagi dia,” Jun ketawa.
“Ganteng tapi kalo sampah ya buat apa,” Jihoon menimpali. “Ya nggak, Nyong?”
“Ho-oh. Ner banget, Ji.”
Menyadari di meja itu yang kebingungan hanya Wonwoo, Jun tersenyum. “Gue udah temenan sama mereka dari SMP, jadi mereka jelas tau,” Wonwoo mengangguk. Sejauh itu sih dia juga tau. “Gimana bilangnya ya, hmm...”
“Lo...suka cowok?”
Jun menggeleng, “Tepatnya, gue suka semua yang indah-indah. Gender nggak masalah, selama mereka indah di mata gue. Gue suka pemandangan indah, barang yang indah. Manusia pun.”
Hening sejenak.
“Aneh ya, Won?”
Wonwoo menggeleng.
“Aneh, pasti. Gue sendiri nyadar gue aneh. Gue bukan straight. Bukan gay. Bukan pula bi. Gue...suka manusia selama mereka indah. Gue aneh, gue tau.”
Wonwoo terus menggeleng. Jun tersenyum makin lebar. Wonwoo masih menggeleng, meski tidak ada kata-kata yang keluar. Ia takut mengucapkan sesuatu yang salah dan merusak pertemanan mereka.
Wonwoo takut akan banyak hal dan ia memilih bungkam karenanya.
“Yang aneh tuh mantan lo,” seloroh Soonyoung. “Apaan, anying, ngata-ngatain lo depan publik, ngaku diuber-uber lo walo dia suka cewek lah. Ngaku-ngaku straight, ngaku-ngaku korban lo. Kek, anjing ye, udah manis sepah dibuang banget.”
“Wkwkwkw inget nggak lo langsung ngibrit ke gue pas lo denger padahal lagi pacaran?”
“Inget lah,” Soonyoung mendengus. “Sori, tapi lo-lo lebih penting dari cewek gue.” Ia merangkul lengan di dada. “Untung kan gue dateng. Puas gue nendang dia.”
“Tapi lo juga pengumuman ke seluruh sekolah kalo dia udah nidurin gue,” Jun menenggak air putih.
“Uh...”
“Parah banget lu, Nyong.”
“Diem lu, Ji! Sori, Junnie, serius banget banget gue nggak maksud-”
“Santai,” kekehnya. “Makasih udah nendang dia buat gue.”
Wonwoo mengedip. Lalu mengedip lagi.
“Bentar,” satu kata mengalihkan pandangan tiga orang lainnya. “Lo bilang satu SMP tau lo pacaran sama cowok??”
Mereka lihat-lihatan, lalu Jun mengangguk.
Wow...