28.
“Lo nggak, eh, dibully gitu? Nggak ngerasa kalo lebih baik dunia nggak tau? Bonyok lo gimana??”
“Gue dibully...nggak sih?” Jun malah bertanya ke kedua temannya.
“Nggak ada yang berani juga sih,” Jihoon menunjuk ke Soonyoung pakai ibu jari.
“Nyong dulu rajanya sekolah,” jelas Jun pada Wonwoo. “Tapi yah mau seraja apapun, ada aja sih yang nggak suka liat gue. Nggak suka liat dia. Nggak suka sama kita bertiga.”
Ia menopang dagu dengan sebelah lengan.
“Pernah deh gue diguyur air bekas pel dari lantai dua.”
“Penghapus. Inget nggak?” timpal Jihoon.
“Oiya, penghapus papan tulis!” Jun ketawa. “Sumpah, itu tolol banget.”
“Gue ingetnya pas meja lo dicoretin sama orang,” Soonyoung menyela.
“Terus lo tuker meja lo sama meja gue.”
“Confession time,” Jihoon mengangkat tangan. “Gue tau yang ngelakuin itu semua siapa, jadi gue kirim dia sms anonim. Biar dia setop gangguin lo.”
Jun dan Soonyoung nampak terkejut.
“Jihoonie, what did I tell you soal ngehack data pribadi orang?” Soonyoung mengernyit tak setuju 😡
“It was there,” Jihoon memutar bola mata 🙄 “Dia taro di socmednya kok. Ya maap kalo gue nemu satu-dua info yang bisa dipake. Perhaps not put it there for me to get?”
“Wkwkwkwk mang gak salah gue pilih temen,” Jun ngakak.
Wonwoo balik bersandar ke bangku. Jadi Jun bisa selamat dari main hakim sendiri oleh sesama murid karena Jihoon dan Soonyoung yang melindungi dia...
Anak itu berkedip.
“Kalo...kalo sama guru? Sama bonyok lo?” teguk ludah. “Gimana?”
“Ah. Gue dipanggil guru sih, emang, terus orangtua gue dipanggil. Gue dimarahin karena udah bikin ribut-ribut sampe mereka dipanggil, terus gue dimarahin karena nggak bisa milih cowok yang bener,” ringis Jun.
Bola mata Wonwoo membulat.
“Pas gue bilang gue suka mereka karena mereka cakep, bukan karena mereka cowok ato cewek, gue malah disambit nyokap pake sendal. Katanya, 'makanya jangan liat orang dari luarnya aja!'”
“Bagus, Tante, sambit aja nih anak,” dengus Jihoon.
“Sialan,” Jun menendang kaki Jihoon. “Sakit tau disambit sendal.”
“Jadi...ortu lo oke-oke aja?” Wonwoo kini takjub.
“Hmm,” anggukan. “Guru-guru juga nggak bisa apapun. Nilai gue rerata kan bagus ya, nggak bikin masalah juga. Masa cuma gegara gue pacaran sama cowok, gue dikeluarin? Bisa-bisa mereka didemo.” Ia mengangkat bahu. “Ortu gue ngancem sekolah juga sih, mau bawa ke koran dan pengadilan kalo gue sampe dikeluarin. Mantan-mantan cewek gue juga pada demo gitu, biar gue kaga di D.O.”
“Mang cuma lu yang mantan-mantannya mau bantuin lu putus sama mantan sampah lu,” kekeh Soonyoung.
“Oiya dong,” 😌 “Itulah gunanya putus secara baik-baik dan menjaga silahturahmi.”
“Cakeepp.”
“Bentar lagi bel,” Jihoon mulai berdiri. “Buruan abisin sosis lo, Nyong.”
“Shit-”
Wonwoo kemudian menghabiskan tiga puluh menit ke depan berusaha mencerna kisah yang baru diceritakan Jun. Anak itu beruntung, punya orangtua yang tidak ambil pusing, dua sahabat yang melindunginya, serta mantan-mantan yang baik. Bisa dibilang Jun terselamatkan karena hubungan sosial yang dia bangun dengan orang-orang yang tepat.
Anak itu menaikkan kacamatanya.
Kalau abangnya dan Mingyu...bagaimana? Apa mereka juga membangun hubungan sosial dengan orang-orang yang tepat?
Apa Wonwoo bisa yakin 100% orangtuanya akan menerima hubungan Seungcheol dan Mingyu?
Apa kampus mereka tidak akan mengeluarkan mereka?
Wonwoo menghela napas. Sudah saatnya ia berhenti mengurusi orang lain dan mengurusi dirinya sendiri. Entah kalau soal pacar, tapi ia mau juga membangun hubungan sosial yang lebih luas. Memiliki ketiga temannya yang sekarang sejak awal...sudah permulaan yang baik. Ia tinggal mengembangkannya. Mungkin ikut klub? Atau kerja paruh waktu?
Anak itu sedang bengong menatap jendela ketika handphonenya bergetar.