287.
Setelah mandi dan berganti baju, kini mereka berdua berbaring di kasur Mingyu. Lampu tetap dipadamkan. Hanya pias lampu dari jalanan menjadi satu-satunya sumber penerangan di kamar tersebut.
Dengan tubuh menghadap samping, mereka saling bertatapan. Hanya menatap. Lama.
“Do you love me?” sebuah tanya dalam bisikan.
Mingyu tak nampak ragu secuilpun ketika ia menjawab pertanyaan Minghao.
“I love you.”
Kembali, mereka diam dan saling menatap.
“Please don't break my heart?”
“I won't,” janji Mingyu padanya. “Oh ya. Soal kamu pergi ke Jepang. Aku jadi mikir, aku mau serius kerja di sini.”
“Oh?”
“Mm. Tadinya aku masuk agak niat nggak niat sih. Cuma mau cari kesibukan, bukannya mau kayak bokap, ato Bang Cheol. I have no intention to be that ambitious. But then, I see how hard you work everyday, until you can get this opportunity. Aku juga mau. Mau kayak kamu. Aku seneng marketing dan, idk, suatu hari mungkin bisa kayak kamu, dipromosi, or even better, bisa kayak bokap Bang Jihoon, buka perusahaan sendiri.”
Senyum Mingyu lebar, memamerkan taringnya, membuat Minghao ikut tersenyum.
“Berarti pas pulang nanti, Gyu-ku bakal jadi esmud nih?” candanya.
“Cuma dua tahun, mana bisa lah jadi esmud!” tawa Mingyu lepas. “At least senior staff. I aim to know what I want to do in life. I will figure it out within those 2 years.”
“Hmm,” berkedip. “Good luck.”
“Thanks. You too...”
Ketika obrolan usai, tatap Mingyu turun ke bibir Minghao. Lama, di sana.
“Mingyu...”
Bibir itu bergerak, memaksa Mingyu menatap mata Minghao lagi. Keputusan buruk. Karena, dengan pipi merona, mata sayu dan bibir membuka, kerongkongan Mingyu mendadak kering.
Minghao mengambil tangan Mingyu, lalu dibawanya ke bibirnya. Untuk dikecup. Untuk dikulum ujung jarinya.
Kekasihnya meneguk ludah susah payah.
“Hao...”
Takjub. Juga di ujung tanduk. Sebulan ia menahan diri karena ia menghormati kekasihnya. Tak ingin melukai. Tak mau Minghao menangis lagi.
Apapun.
Apapun.
Asalkan demi Minghao....
“Mingyu...,” rengeknya. Mingyu hampir tertawa mendengarnya. Tak pernah ia tahu kekasihnya semanja itu.
“Hao...are you sure...?”
Dan, ketika Minghao, dengan pipi makin memerah, mengangguk malu-malu, akal sehat Mingyu pun meleleh sudah.