31.
Nada sambung pertama dan suara Minghao menyapanya.
“Hey, Hao...”
Kemudian, desahan panjang. Kim Mingyu melirik ke arah Wonwoo yang tengah memandanginya dengan rasa penasaran bercampur simpati. Mereka berdua telanjang di atas ranjang, namun tak satupun dari mereka yang peduli. Fokus keduanya pada suara di handphone Wonwoo.
Mingyu menekan loud speaker, kemudian menaruh handphone di kasur.
“Are you okay, baby...?” Wonwoo segera melanjutkan, ingin Minghao tahu bahwa ia juga berada di sana bersama Mingyu.
“Oh Gyu, Won...dia nggak bales whatsapp gue...”
“Bang Cheol sibuk kali, Hao,” dengan lembut, Mingyu berusaha menenangkan sahabatnya itu. Tidak seperti Wonwoo yang segera waswas, ia mencoba berpikir positif dan tidak ambil pusing. Dari mereka bertiga, Mingyu yang paling mengenal Seungcheol dan ia tahu Seungcheol bukan orang seperti itu.
“Iya, mungkin dia emang belom sempet cek hape aja, Hao...,” Wonwoo pun menimpali.
Minghao tidak menjawab apa-apa. Wonwoo dan Mingyu bertatapan sejenak sebelum kembali memandangi layar handphone.
”...Hao?” Wonwoo memanggilnya.
”..........G-gimana kalo...kayak dulu lagi...?”
Mingyu mendesah berat, sementara Wonwoo menggigit bibir bawahnya. “Oh, Sayang,” suara Wonwoo tergesa-gesa. Andai Minghao ada di hadapannya, ia pasti sudah merangkul dan menciumi wajahnya. “You know it won't be. You know it well. We all know it well.”
“Tapi...”
“Hao, stop it,” decakan kesal. Intonasi yang naik. “Bang Cheol bukan orang kayak gitu. Dan kalo ternyata dia orang kayak gitu, I swear I'm gonna rip his perky butt off at once. You hear me, baby?“
“Both,” Wonwoo memotong. “I'll help bury that perky butt.”
Minghao pun tak kuasa terkekeh. Mendengar itu, Wonwoo menghela napas lega. Mereka duduk berdekatan sehingga Mingyu bisa memeluk pinggang Wonwoo dan mendusel sisi lehernya, secara bersamaan juga menenangkan kekasihnya. Wonwoo terlalu pencemas for his own good mengenai Minghao.
“You're right...gue yang kecepetan nethink...sori...,” jeda sesaat. “Lo berdua masih ngewe?”
“Well, someone's fingers definitely inside my hole again right now as we speak,” Minghao bisa melihat Wonwoo memutar bola mata dari suaranya saja. “Lo yakin nggak mau ke sini, Hao? Forget that shitty ass. Mine is better.”
“You literally have no ass, Won.”
“Do you have a fucking death wish, Xu?” mendadak, Wonwoo mendesis tajam. “I have it now, thanks to the gym routine.”
“Yeah right.”
“The audacity,” Wonwoo berputar ke Mingyu. “Tell him I have ass, baby.”
“You have a gorgeous hole with some cute mound of flesh around it, baby.”
Mingyu meringis jahil. Wonwoo menatapnya tidak percaya. Minghao tertawa lepas.
“Oh fuck,” Minghao masih terkekeh sambil menyeka tangisnya. “RIP, Kim Mingyu. But seriously, kayaknya gue nggak jadi ke sana deh. Please fuck Mingyu good for me since now he can't fuck your nonexistant ass, Won.”
Mingyu menarik keluar jemarinya dari dalam Wonwoo, lalu dengan pelan membawanya ke mulut, mengulumnya seolah itu adalah permen terlezat di dunia. Wonwoo membuka mulut, menutupnya lagi, lalu membuka untuk menjawab Minghao.
“Okay. Yeah. Will fuck him good, starting from his dirty mouth.”
“Good.”
“Nanti gue coba hubungin Bang Cheol ya, Hao.”
“Nggak...nggak usah, Gyu, nggak apa kok,” Minghao mendesah. “Bye, you two.”
“Call us anytime, baby.”
Beep.
“Dirty mouth, huh?” Mingyu meringis lagi.
“You want to suck my big plane, Kim Mingyu, like a cute little steward you are, in my cockpit?” Wonwoo ikut meringis.
“Always do, Daddy,” tapi, sebelum mulutnya penuh oleh penis kekasihnya, ia mengambil handphonenya sendiri dan mulai mengetik. “But first, gue ada tugas negara buat ngehibur sohib gue.”