314.
Entah kapan tepatnya Wonwoo merasakan desir aneh itu.
Mungkin ketika ulang tahunnya yang ke-17 tinggal menghitung hari. Ketika mereka mulai menanggalkan segala keburukan rupa masa puber. Ketika lemak bayi berkurang dan Junhui berubah dari anak lelaki menjadi seorang lelaki.
Rahang yang menguat, gembil yang menghilang, tubuh yang meninggi. Intensitas bau Alpha-nya yang kian menebal...
“Aku mau kamu.”
Kalimat, datang tanpa keraguan, bagai petir menyambar di siang bolong.
Mereka sedang duduk-duduk di lantai kamar Wonwoo yang berkarpet tebal. Majalah terbuka di paha Junhui yang duduk bersandar pada sisi tempat tidur Wonwoo, sementara sang pemilik kamar berbaring dengan perut menempel di kasur. Sebuah buku terbuka di depannya.
Saat Wonwoo menoleh, Junhui tengah menatapnya dengan serius, membuatnya terpana.
“Junnie...”
“Aku mau kamu, Wonnie.”
“A...,” Wonwoo mendengus geli, memaksa kekeh geli keluar dari mulutnya. “Apa sih, Jun, jangan bercanda ah, nggak lucu—”
“Apa aku keliatan lagi bercanda?”
Wonwoo pun bungkam. Junhui, memanfaatkan kesempatan itu, mengangkat tangan untuk mengelus pipi sang Omega. Elusannya begitu lembut, membuat Wonwoo lupa cara bernapas.
“Setahun,” ucap Junhui. “Satu tahun aku courting kamu. Satu tahun aku liat nggak ada Alpha lain deketin kamu. Satu tahun kamu nggak keberatan aku sentuh, aku kasih makanan, aku elus, aku peluk...”
Mata itu...pancaran mata itu...
“Apa aku boleh berharap, Wonnie?”
...Ya Tuhan...
Atau mungkin sebenarnya selama ini ia sudah merasakan itu, sejak pertama mereka bertemu, hanya saja ia terlalu keras kepala untuk mengakuinya.
Wonwoo tidak menjawab. Ia pun tidak sadar bahwa pandangan matanya jatuh ke bibir Junhui. Satu tahun ia membayangkan apa rasanya dicium seorang Alpha. Apa rasanya dicium Wen Junhui.
Kala Junhui tertidur di sisinya ketika ia bermain game, Wonwoo sering menelusuri bibir Alpha itu dengan telunjuknya. Perlahan. Ragu-ragu. Takut sang Alpha akan terbangun. Wonwoo lalu mengecup telunjuknya sendiri, berharap bisa merasakan Junhui di kulitnya.
Dan sekarang...
Sekarang...
“Wonnie...”
...ia bisa.
Adalah Wonwoo yang menutup jarak di antara bibir mereka. Suatu fakta yang mengejutkan Junhui, namun sang Alpha langsung memulihkan diri dan menaruh telapaknya di tengkuk Wonwoo, menarik kepalanya agar lebih dekat, agar bibir mereka lebih lekat. 'Vanilla,' pikir Junhui. Rasa kue yang hangat, baru keluar dari panggangan. Persis seperti wangi yang menguar dari tubuh sang Omega saat ini.
“Mmh,” erangan tertahan. Wonwoo mengangkat tubuhnya dari kasur dengan bertumpu pada lengan. Junhui mengimbangi, bangkit perlahan dari duduknya di lantai. Lututnya membuat lesakan pada kasur ketika ia mulai naik, mendorong Wonwoo hingga berbaring di bawahnya. Kepala sang Omega membelesak di tumpukan bantal yang empuk.
Ciuman itu terlepas agar mereka bisa menghirup oksigen. Pipi yang sama-sama merona. Bibir merah yang sama-sama membuka. Deru napas berat yang mereka bagi. Ada peluh menitik di sisi kening Wonwoo dan leher putihnya terpampang jelas bagi sang Alpha. Melihat itu semua, Junhui tanpa sadar menjilat bibir, membuat Wonwoo mengerang kembali.
“Wonu...,” panggilnya. Desahnya. Wangi sang Omega berputar di kamar itu. Pekat. Mencekat. Merasuk sampai ke tiap pori kulitnya.
Ia dibuatnya gila.
Dan semua kegilaan itu lepas tak terkendali ketika Wonwoo, dengan malu-malu, membuka pahanya bagi sang Alpha.