narrative writings of thesunmetmoon

33.

#gyuhaoparentssequel

Sabtu pagi, Kakak bangun seperti biasa. Dibukanya jendela agar udara segar masuk. Futonnya ia gulung lalu dimasukkan ke dalam lemari. Menyikat gigi, mencuci muka. Masih ada tiga jam lagi sampai yang diwawancara datang. Mengabaikan rambutnya yang berantakan, Kakak turun ke bawah, berniat membeli sarapan di konbini depan (atau breakfast set dengan kopi hitam dan roti bakar 500 yen di kafe lima bangunan dari restorannya, hmm enak yang mana ya).

Namun, pas ia turun, langkahnya berhenti. Ada seorang gadis duduk di konter. Rambutnya hitam. Pipinya bulat menggemaskan. Mata gadis itu tersenyum ketika menemukan matanya.

“Halo!”

Alih-alih balas menyapa, Kakak mengerutkan alis.

“Aku di sini mau wawancara! Manajernya ada?”

Ucapan gadis itu membuatnya mempertanyakan jam di kamarnya sendiri. Ia mendongak ke jam di dinding restoran. Lalu ke handphonenya. Betul kok, baru jam 8.

“Mmmm....bukannya wawancaranya jam 11 ya?”

“Aku pikir lebih baik kecepetan daripada terlambat!”

Ya nggak salah sih, tapi bukannya lebih baik mepet jam yang ditentukan? 🙄

“Mm, oke... Tapi aku mau sarapan dulu sih ini. Kamu udah sarapan?” ia sambil menelisik gadis itu. Muda. Menebak usia wanita menurutnya jauh lebih susah daripada pria, namun sepertinya gadis itu usianya tidak jauh dari usianya sendiri. “Kamu umur berapa?”

“16! Yena udah kelas 1 SMA! Udah boleh kerja kok!”

Nggak ada juga yang permasalahin itu sih... 🙄

“Oke...”

“Jangan-jangan, kamu manajernya ya?”

Kakak lalu diam. Ia menunggu apa yang akan diucapkan gadis itu selanjutnya. Ternyata, sebuah tangkupan tangan, kemudian gadis itu berseru antusias. “Wah, manajernya seumuran rupanya! Halo, halo! Aku Choi Yena! 16 tahun! Aku mau melamar kerja di sini!”

....Hoh. Well, setidaknya bukan komentar negatif. Kakak tahu usianya pasti menjadi batu sandungan dalam penilaian kompetensi, baik dari staff, pelanggan, penyalur dan semua pihak terkait. Bahkan ia yakin Papa Mamanya juga tidak merasa dirinya kompeten untuk tugas ini dan, seperti kata adiknya, tidak berharap apapun darinya...

“Manajer?”

Alangkah kaget, saat Choi Yena sudah masuk dalam batas personalnya. Wajahnya yang manis terlalu dekat dengan wajahnya. Kakak melompat ke belakang sebagai refleks.

“Manajer mau sarapan ya? Yena juga belum. Yuk sarapan bareng!”

...Ha?

He blinked and blinked. Karena tak ada reaksi, Yena berinisiatif mengambil tangan pemuda itu, menyeretnya keluar. “Ayo! Aku tau lho toko roti yang enak. Langgananku kalo main ke daerah sini. Ada croissant bundar di atasnya kentang dan keju dan saus bechamel. Khas mereka.”

Croissant kentang keju saus...eh sebentar, kenapa jadi begini??

”........Emangnya enak?” mata Kakak menyipit saat pintu restoran dibuka dan matahari musim panas yang cerah menyapanya.

Yena berbalik, tersenyum lebar, “Enak banget!”