narrative writings of thesunmetmoon

56.

#minwonstupid

“Bang Won.”

Wonwoo ngerjapin mata beberapa kali. Bisikan Mingyu akan namanya tepat di telinga membuat hipnotis jurnal yang lagi dia baca pecah seketika. Dia refleks memutar kepala dan saling tatap muka dengan lelaki itu.

“Serius banget lu, gue WA kagak dibales,” seloroh Mingyu sambil duduk persis di bangku sebelah Wonwoo. “Udah sore banget nih.”

Wonwoo ngerjapin mata lagi, tapi kali ini ngeliat ke arah jendela. “Oh,” bener juga. Senjanya udah memekat, bentar lagi malem pasti turun. Tumben nggak ada petugas perpustakaan yang ngusir dia kayak biasa.

“Lo udah makan belom?”

“Udah,” gumam Wonwoo, berusaha balik menekuni jurnalnya.

“Siang ini?”

Anggukan. Mingyu menghela napas. Tipikal Wonwoo kalo lagi terabsorpsi sama apapun yang dia kerjain. Dia tau kalo Wonwoo itu jenis orang yang diam-diam mau menjadi overachiever. Ambis, tapi tenang menghanyutkan kayak air sungai yang deras. Nggak jedak jeduk kayak kembang api dan bikin orang risih sama keambisannya, tetapi tipe orang yang bakal begadang belajar semaleman biar ujiannya dapet skor 100 sempurna meski udah belajar dengan rajin setiap harinya.

Mingyu tau, karena nggak sekali-dua kali dia nemenin Wonwoo belajar, meski jurusan dan tingkat mereka jelas berbeda. Nemenin toh bukan berarti dia harus ikut campur sama apa yang Wonwoo lagi kerjain.

Mereka diam lagi untuk tiga puluh menit ke depan, sampai matahari jingga berubah kemerahan dan dunia mulai ditelan gelap perlahan-lahan. Perpustakaan itu sepi banget, kayaknya cuma ada mereka berdua dan penjaga perpustakaan di balik konter kerja mereka. Maklum sih, bentar lagi masuk liburan agak panjang. Pasti anak-anak lainnya siap-siap mau balik ke rumah masing-masing ato milih kongkow sama temen-temen sebelom pisah sejenak.

“Bang,” sikut Wonwoo pelan.

“Hmm?”

“Bang, ih,” sikut lagi. “Ayo cabut.”

“Nanggung.”

“Udah malem, anjir, ntar kita dikunci di dalem.”

“Ya nggak pa-pa kan kekunci bareng. Ntar kita berduaan semaleman buat kemajuan PDKT lo.”

Srakk.

Wonwoo membalik halaman jurnalnya. Mingyu memandanginya heran seolah kepala Wonwoo ada tiga.

“Bang, did you hear yourself?”

“Mm.”

Kesal juga karena Wonwoo nggak anggep serius ajakannya buat pergi, plus perutnya udah laper, njing, mau makan daging graahh, Mingyu pun serta merta berdiri dan, entah setan mana lewat, dia gamit lengan atas Wonwoo dan menarik lelaki itu hingga berdiri.

“Ayo pulang, udah malem, gue laper,” Mingyu mengernyit, hanya untuk menemukan Wonwoo menatapnya kaget, matanya mengerjap-ngerjap lagi. “Besok lagi dilanjutin kan bisa?”

Cuma semenit, mungkin, mereka bertatapan dalam jarak sedekat gitu, dan Wonwoo dengan cepat menghalau tangan Mingyu dari lengannya (karena, fuck it, Wonwoo bukan pangeran lemah keperangkap di atas menara, coy, kalo harus adu jotos sama Mingyu, dia pasti bisa laaahh 🤟), tapi kerasa kayak selamanya. Mingyu bahkan baru sadar apa yang udah dia lakuin pas Wonwoo ngeberesin buku-buku dan jurnal di atas meja tanpa sepatah kata pun.

Yah...anjing dah, ngambek kan..., batin Mingyu.

“Bang Won...”

Buku-buku ditumpuk jadi satu. Jurnal di paling atas. Lalu, dia angkat semua dengan mudah.

“Bang, issh,” Mingyu mengintil di belakang Wonwoo, yang jalan ke salah satu lorong rak. “Jangan ngambek dong. Sori, Bang, gue nggak sengaja.” Manyun lucu, biarpun Wonwoo nggak liat.

Wonwoo berjongkok dan mulai mengembalikan buku-buku ke tempatnya semula. Dia masih membelakangi Mingyu.

Mingyu hela napas panjang, “Bang Woooonn~ Plis deh, Bang, jan langsung apa-apa ngambeg gini terus ngediemin gue~ Gue pan kagak sengaja, suwer dah~” 😩 “Kagak ada niat kurang ajar sama lo—”

“Terus tadi apa??”

Kesal karena Mingyu berani-beraninya ganggu dia sampai narik paksa dia kayak tadi, nggak sadar Wonwoo ngebanting buku ke rak sekuat tenaga sampai rak itu bergoyang. Mata Mingyu otomatis membelalak karena buku-buku di rak bagian atas ikutan runtuh.

“Shit—”

Satu kerjapan mata. Cukup satu kerjapan mata untuk dunia Wonwoo berubah jadi gelap. Dan hangat. Gelap dan hangat. Satu kerjapan mata lagi buat dia bergumam, “...Hah?”

Dan satu kerjapan lagi buat Wonwoo sadar tangan-tangan Mingyu di punggung dan bagian belakang kepalanya. Buku-buku bertebaran di sekitar kakinya.

...Hah...?

“Adududuh....fuck...”

Sadar, Wonwoo maksa ngelepas pelukan lengan Mingyu buat ngeliat ke wajahnya. “Goblok lo, kalo kena sudut buku, gimana??” serunya. Mingyu merintih karena punggungnya baru aja dibombardir banyak buku yang berjatuhan. Beberapa buku bahkan hard cover. Tangan Wonwoo refleks menyelinap ke dalam kaos Mingyu, mengecek punggungnya sampai kaos itu keangkat sedikit. Dia meraba kulit di sana. “Agak merah...,” tangannya mengelus punggung Mingyu. “Sakit?”

“Sakit,” aku Mingyu. Senat-senut, sebetulnya mah.

“Kalo gue teken—”

“Jangan diteken woei bangsat adhsk!”

Wonwoo ketawa pelan. Mingyu manyun lagi. Keduanya nggak sadar Wonwoo terus mengelusi punggung Mingyu sampai tangannya meninggalkan kulit hangat di sana. Wonwoo kemudian mundur, bersandar ke rak.

Kali ini, Mingyu yang mengerjapkan mata. Wonwoo bersandar ke rak dengan lengan melipat di dada, memberi jarak sedikit di antara mereka agar bisa saling bertatapan.

“Tadi pagi ada yang bilang mau serius PDKT-in gue, katanya?”

Perpustakaan kosong. Senja, menggelapkan suasana. Cuma berdua aja dan wajah mereka hanya berjarak helaan napas. Ujung bibir Wonwoo keangkat, membentuk ringisan. Otomatis, arah tatapan Mingyu turun ke bibirnya.

So? Gonna do something, Kim Mingyu?”

Teguk ludah.