59.
Lagi.
Bungkusan. Di. Atas. Meja.
Minghao kembali ke kantor segera setelah Jumatan bubar. Geng Wiskul jelas langsung menjelajah tempat kongkow baru, hasil search Zomato. Kebetulan dompet masih hangat bekas gajian tanggal 25. Minghao, kali ini, menolak. Ia lebih ingin beli makan di warteg belakang, sekalian mengirit pengeluaran meski masih awal bulan. Ada rencana-rencana pribadi, selain investasi dan cicilan bulanan yang menjadi tanggungannya.
Dia kembali ke meja untuk menaruh bawaan sebelum turun ke belakang ketika dilihatnya bungkusan itu. Kantung kertas coklat. Minghao mengintip ke dalam.
Tiga nasi kepal bentuk bulat yang besar, warna agak merah-jingga-hijau, sepertinya dicampur cabikan salmon panggang, telur ikan dan sayuran hijau-entah-apa, dibungkus cling wrap. Ada satu kotak kertas ukuran sedang yang kemudian ia buka, hanya untuk menemukan potongan telur gulung, dada ayam tepung panir goreng, salad dengan saus wijen sangrai, juga beberapa potongan apel yang dibentuk mirip kelinci lengkap dengan titik matanya, ditata apik, membuatnya tampak lezat namun tetap indah.
Ya Tuhan...siapa yang cukup gila membuatkannya satu set bento?
Ruangan kantornya kosong. Minghao tidak perlu mencari-cari karena memang tidak ada orang di sana selain dirinya yang duduk terpaku memandangi makanan di depannya. Dahinya berkerut dalam.
Siapa?
Memberi sandwich, teh, kue kering...masih wajar dalam batas yang masuk akal...tapi membuatkannya makan siang lengkap?
Pasti ada yang diinginkan pelaku darinya.
Maka, Minghao memasukkan kembali seluruh makanan itu ke dalam kantung kertas. Ia menulis sebuah pesan post-it yang ia tempelkan di depan kantung tersebut. Di kertas kuning itu bertuliskan kalimat dalam huruf yang rapi:
Trims, tapi tolong berhenti. Saya nggak bisa beri apa yang kamu mau. Makanan kamu enak. Mungkin bisa coba buka start up di Instagram. Thanks and goodbye – 8
Menghela napas, Minghao meninggalkan kantung itu untuk turun ke bawah, membeli nasi, orek tempe, tongkol cabe, sayur labusiam dan kerupuk putih. Setidaknya, tidak ada harapan digantungkan di makanan warteg, hanya uang.