narrative writings of thesunmetmoon

64.

#minwonstupid

Kelar makan siang berupa tsukemen saus mala—

(“BANGSAD, LU PESENIN GUE APAAN?? FAK PEDES BANGET???”)

(“WKWKWKWKWK”)

(“ANJING, KIM MINGYU, FAK!”)

(“WKWKWKWKWKWKKWKWKWWK”)

--yang hampir aja memicu perang dunia ke-tiga (untungnya diredam traktiran es krim kemudian), Mingyu nyeret Wonwoo ke department store terdekat. Bangunan empat lantai itu baru dibangun dan nuansa di dalemnya kata orang-orang sih futuristis gitu, macam tempat kongkow anak muda yang konsepnya beda dari pusat perbelanjaan lainnya. Tapi, di tengah jalan, mereka ngelewatin arkade gede banget dan, walhasil, melipirlah Wonwoo dan Mingyu ke sana.

“ANJEENNNGG!!! AAAAAA!!! MATI, MATI, MATI!!”

DOR! DOR! DOR!

“Diem dikit, woi, Gyu—”

“BAANGG, ITU BELAKANG, BELAKANG!!”

Wonwoo menarik pistolnya buat mengisi peluru, kemudian dengan cepat menarik pelatuk setelah layar berganti fokus, mengenai semua zombie yang muncul dari jendela yang pecah. Nggak ada satu pun peluru sia-sia termuntahkan.

Kalo dibandingin sama Mingyu—

“AAAAAAAAA!! PERGI LO SEMUAAA!!”

--well. 🙄

[GAME OVER] pun nggak lama kecetak gede-gede di layar bagian Mingyu. Mendengus, dia menaruh pistol ke tempatnya dan melipir ke bangku terdekat, menonton Wonwoo menjajaki dua level lagi sampai akhirnya dia kalah.

“Payah banget lo,” ejeknya, dengan kedua tangan masuk ke kantung celana.

“Diem lu, mentang-mentang gue nggak senerdus elu maen game,” Mingyu mendecak balik. “Ayok lawan gue di situ! Gue tantang lo!”

Wonwoo mengikuti arah telunjuknya dan menemukan sebuah meja air hockey kosong. Seringainya muncul lagi.

“Boleh. Yang kalah, traktir!”

“Deal!”


“NUOOOHHHH!!” 😭😭

“HAHAHAHAHA!!” 😈😈

“LU PASTI CURANG YA BANG?! KOK LO BISA MASUKIN SEMUA, GUE NGGAK MASUK-MASUK??” ditunjuknya Wonwoo, menuduh.

“Lu aja yang bego maen ginian,” muhohoho 😈 “I win. Take it.”

“NEVER!” Mingyu menggesek kartu arkade yang mereka beli dan isi sebelum mulai eksplorasi. Sejumlah uang otomatis terdebet oleh mesin dan sebuah kepingan bulat yang rata pun keluar dengan bunyi 'KLOTAK!' nyaring. Pemukul mereka bergerak karena magnet di permukaan pun menyala. Mingyu mengambil kepingan bulat itu tanpa sekalipun mutusin tatapan sama Wonwoo. “Double it! I'll win this time!”

Ah, ah, Kim Mingyu.

Naif.

“Bring it on.”


“Gue yakin lu pasti curang, anjing! Nggak mungkin—”

Sush! Shut up, puppy,” yaddayaddayadda berisik banget 🙄 Ternyata nggak ada yang lebih annoying daripada anjing kecil ego selangit terus kalah. Wonwoo memencet beberapa tombol untuk menggerakkan jepit UFO catcher yang penuh boneka fluffy gemoy. Ada yang bentuk kucing, anjing, dan hewan lainnya.

Setelah air hockey yang telak dimenangin Wonwoo skor 5-2 dalam 7 kali tanding, mereka lanjut bertanding di mesin Tekken, loop basket, bahkan adu tinju. Mereka menolak bertanding di dance simulator karena sama-sama bobrok (and, yeah, daripada mati gegara malu ditontonin pengunjung se-arkade) dalam game ritme. Wonwoo menang hampir di semua game tersebut, dengan Mingyu mendominasi loop basket, masukin begitu banyak bola, cepet banget sampe Wonwoo kelimpungan ngejernya. In that particular game, dia nggak keberatan kasih sedikit kejayaan ke Kim Mingyu.

UFO catcher bukan bagian dari pertandingan mereka hari ini, cuma Wonwoo iseng aja gesek kartu dan mencoba. Debat kusir mereka terhenti karena Mingyu juga jadi penasaran, apalagi pas Wonwoo mengernyitkan alis, pasang tampang serius banget, dan tangannya bergerak lihai memencet tombol.

Pas jepit menjeblak terbuka lalu turun, Mingyu ber-“aaah” kecil, menduga Wonwoo gagal mengambil salah satu plushie kucing warna hitam di tumpukan. Namun, “aaah” kecil kemudian menjadi “OOOH” besar pas, tanpa dinyana, kaki plushie itu terjepit dan terangkat naik.

Mereka berdua nggak sadar udah nahan napas, merhatiin plushie itu bergoyang-goyang di capitan yang rentan. Begitu capitan sampe di atas lubang besar dan melepaskan plushie itu, Mingyu berteriak lantang.

“DAPET! LO DAPET, BANG! NJRIT! LO DAPET!” ditepok-tepoknya punggung Wonwoo, sementara lelaki itu meringis lebar, matanya ilang dan idungnya mengerut.

Wonwoo membungkuk, mengambil plushie yang dia barusan menangin, terus diberikannya pada Mingyu.

“Nih.”

“Hah?”

“Buat lo.”

“Buat apaan? Kan lo yang dapet?”

“Biar kalo lo tidur, inget gue terus. Jarang-jarang lho gebetan menangin ginian buat lo,” kedip sebelah mata 😉

“IDIH...!” 🙄

Tapi, sebelom Mingyu protes lebih lanjut, Wonwoo udah narik dia ke salah satu booth. Ternyata booth purikura atau foto stiker. Booth itu sebenarnya muat buat dua orang, tapi kalo dua cowok tinggi besar yang masuk, apalagi segede Mingyu dan setinggi Wonwoo, alhasil mereka kudu duduk dempet-dempetan.

“Ngapain sih ginian??”

“Anggep aja ini traktiran lo karena lo kalah sama gue,” Wonwoo ketawa.

“Nggak kepengen traktir yang wajar aja, gitu?? Boba kek ato burger??” Mingyu melotot, sementara Wonwoo masa bego dan milih-milih frame. Begitu dia nemu, dia melingkarkan lengan mendadak ke leher Mingyu.

“Smile~“

“Bang—”

Jepret.

“Ganti gaya, ganti gaya!”

“Lengan lo—kecekek gue, bangsa—”

Jepret.

“Masih tiga kali lagi. Lo sinian dong, nggak muat lu di framenya, bagong banget sih.”

“NGAJAK RIBUT LU YA—” Mingyu menoleh ke samping.

Jepret.

Wonwoo juga menoleh ke samping.

“Mingyu.”

Jepret.

Deket. Deket banget.

”...Apa?”

Jepret.


Sebuah strip keluar dari celah di luar mesin booth purikura. Strip berisikan 5 foto dengan foto terakhir berupa seorang lelaki nyium pipi lelaki lainnya yang ekspresinya kayak lagi nahan napas.