66.
“Lho? Kak? Belom balik?”
Kali ini ia tidak menoleh. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 19:22 dan jemari Minghao masih berdansa di keyboard. Laporan, laporan, settlement, laporan....
Jangan harap kantor kosong di jam segini bila waktunya closing. Justru masih terbilang penuh, apalagi di bagian Akunting. Bang Minki juga masih ada di meja depannya, apalagi Bang Jihoon, bos mereka. Dahi lelaki pendek itu berkerut hampir permanen sejak pagi.
“Nanggung.”
“Oh ya, Kak, makasih ya tadi sarannya!” Mingyu meringis senang, walau Minghao tidak menggerakkan kepalanya sama sekali, tetap fokus pada layar komputernya.
“Oh? Gimana?”
“Iya. Jadi gue udah tanya ke Treasury, bareng sama RM juga, dan rupanya kita ada L/C di 2 bank lain. Terus, gue kasih tau ke klien kan. Supplier dia mau terima salah satu bank itu. Jadi nggak ada masalah. Barang bisa kirim sebelom due di tanggal 10.”
“Oh,” responnya datar. “Baguslah.”
“Terus gue juga udah ke Legal dan, bener sih, kalo klausul itu diilangin semua, ntar kalo ada apa-apa, yang mau nanggung rugi siapa.”
“Hmm.”
“Jadi, yah, sekarang lagi dipelajarin dulu sama Legal. Kontrak itu seharusnya saling nguntungin, katanya, jadi nanti palingan bakal 50:50.”
Minghao mengernyit, tapi tidak menggumamkan apapun. Mingyu tersenyum tipis. Kemudian, ia sibuk membenahi mejanya. Lengan kemeja digulung sampai siku. Tas ransel siap di bahu. Mingyu commute ke kantor naik motor, soalnya.
“Bang Jihoon! Bang Minki! Duluan ya!” lambaian tangan dan anggukan kepala sebagai balasan. “Kak Hao.” Panggilnya, kali ini lebih lembut dari dua orang barusan. “Gue duluan ya Kak. Thanks ya.”
“Ou.“