narrative writings of thesunmetmoon

7.

#cheolhao

Main mata, yang dilakukan Wonwoo dan Minghao.

W: fuck you, ga usah melatat-melotot, udah gue bilang kan.

M: LU GA BILANG KALO TEMENNYA GYU THIS FUCKING HOT???

Wonwoo memutar bola mata, lalu ia menyesap tehnya. Dengan gelas keramik di bawah penerangan lampu kristal besar berwarna kuning di tengah toko, ia nampak anggun, sungguh cocok dengan suasana toko yang seperti di Eropa tahun 1950 dengan semua temboknya dicat hitam. Nampak berat dan mahal.

Minghao di sana seperti ilalang di tengah rerumputan kering. Paku yang menonjol. Nggak nyambung.

W: I fucking told you to dress nicely.

M: Fuck you.

W: Until I get bored with Gyu, you can get a queue number then.

“Mm,” temannya Mingyu menyela, merasa agak tidak enak dengan keheningan meja itu (sementara Mingyu meneguk kopinya, membiarkan Wonwoo dan Minghao saling bertengkar lewat pandangan mata, karena ia sudah terlalu lama melewatkan waktu bersama keduanya untuk tidak memahami maksud kebungkaman mereka saat ini). “Sori ya, Gyu, gue mendadak manggil lo gini.”

Bunyi cangkir beradu dengan tatakannya. “Nggak pa-pa, Bang, lagi nganggur juga kok gue,” cengir si lelaki. Giginya rapi sempurna, selain satu taring yang terlalu panjang. “Gimana di Itali? Asik?”

Seungcheol tersenyum, “Lo harus tau gue jalan kaki 150 kilometer tiap mau pergi ke pasar buat belanja bulanan.”

“What the fuck? Seriusan??”

Seungcheol terkekeh bersama Mingyu. Mereka mengobrol ngalor ngidul untuk sesaat, melupakan keberadaan dua orang lainnya, sampai kemudian Seungcheol sadar betapa tidak sopannya hal itu. Ia pun berdeham, lalu mengubah fokusnya ke dua orang asing yang ia tak kenal sebelumnya.

“Emm, ini...?” ia menelengkan kepala, meminta Mingyu menjelaskannya.

Si lelaki besar mendongak dari piring pastanya, menyeruput selembar pasta yang masih menggantung di udara, kemudian, sambil mengunyah, memeluk bahu Wonwoo. “Oh iya, gue lupa. Kenalin, Bang, ini cowok gue, Wonwoo,” ujarnya.

“Halo.”

“O-oh...h-halo...,” Seungcheol tersenyum. “Seungcheol. Emm, gue baru tau lo punya pacar, Gyu?”

“Iya ya? Emang kita nggak pengumuman juga nggak sih?”

“Status FB lo masih single...,” lanjut Seungcheol.

Wonwoo melirik Mingyu.

”...Terus Tinder lo juga aktif...”

Lirikan Wonwoo semakin sinis. Mingyu mulai keringat dingin. Wonwoo mendadak berdiri, tersenyum manis, kemudian mempermisikan diri.

“Lu ikut gue sini,” dijewernya telinga Mingyu.

“Adededededeh—”

Tetau saja, Minghao ditinggal sendirian dengan si lelaki asing (yang hot banget) (bulu matanya panjang) (bibirnya merah banget) (idungnya juga mancung) (tipe muka yang susah buat dilupain, asli).

--So.

Minghao mengaduk tehnya, lalu meminumnya. Seungcheol masih menunduk sambil memainkan makanannya. Ia tampak hilang dalam pemikirannya sendiri. Tak sadar kalau Minghao menopang dagu dan memperhatikannya sedari tadi.

“Let me guess,”

Seungcheol agak melonjak kaget, seakan baru sadar Minghao ada di situ.

“Lo ngarepin Gyu dateng nemuin lo sendiri.”

Ujung bibir Minghao membentuk senyuman timpang.

“Dan lo pikir Gyu jomblo, nggak tau kalo dia dah punya laki.”

Jakun Seungcheol bergerak kala menelan ludah.

“Lo naksir Gyu dan hari ini mau tembak dia?”

Senyap. Dunia berisikan obrolan riuh rendah pengunjung kafe dan denting peralatan makan.

”...And you are?”

“Xu Minghao.”

“Temennya Gyu?”

“His best one,” Minghao merebahkan punggung ke sandaran kursi. “Also his ex.”

Bola mata Seungcheol melebar.

“Terus lo masih hang out sama Gyu?” tanyanya tak percaya. Minghao cuma angkat bahu sambil lalu.

“Gue sama Gyu temenan dari bayi. Pacaran juga karena proses normal lah, gimana sih kalo lo deket terus sama satu orang, pasti naksir juga lama-lama. Tapi, yah, pacaran dua tahun terus kok rasanya sama aja kayak pas temenan, even the sex was like before dating,” dengan garpu, ia menancap sebuah tomat ceri di piringnya. “Jadi gue sama Gyu sepakat temenan aja, with casual sex sampe salah satu dari kita pacaran. Then, along came Wonu. The rest is history.”

Seungcheol tidak berkata apapun untuk beberapa saat, terlalu terpana, sebelum ia menghela napas berat. “Wow...,” desahnya. “So he brought his ex and his boyfriend to see the guy who wants to confess to him, huh?”

He knows a rejection when he sees one.

Mau tak mau, Minghao ikut meringis. “Well, liat sisi positifnya. Bagus kan lo tau sebelom nyatain ke si bego itu? Sayang banget, secakep lo harus disia-siain modelan Gyu doang.”

Mulut Seungcheol membuka, hendak protes, namun mengundurkan niat itu. Malah, ia menunduk. Pipinya bersemu merah.

Minghao menaikkan satu alis.

Oh?