80.
Masih terlalu pagi bagi Mingyu untuk terbangun di hari Minggu, tetapi matanya membuka begitu saja. Perlahan ia mengumpulkan nyawa. Dikuceknya mata sementara badannya mengulet, seluruh sendi pun diregangkan—
—berhenti, ketika disadarinya ada tubuh lain di tempat tidur itu, sedang berbagi selimut dengannya.
“Hmh?”
Aneh. Mingyu yakin kalau semalam ia pergi tidur sendirian di guest room. Masih belum terbangun seutuhnya, diangkatnya separuh tubuh bagian atas beserta selimut untuk memastikan siapakah gerangan. Kerjap mata berulang kali untuk memfokuskan...
Oh.
Mendapatkan jawaban, punggungnya kembali merebah ke kasur. Segala gerakan yang ia buat juga berdampak pada Wonwoo. Diperhatikannya bagaimana alis sang Omega bertaut, merasa terganggu dalam tidurnya, dan, secara instingtif, dia menyurukkan seluruh tubuhnya ke Mingyu, menempel lekat. Kepalanya di dada. Jari-jemarinya di pinggang. Ia menghirup dalam-dalam aroma Alpha yang kuat, kemudian menghembuskan napas lega. Merasa aman, Wonwoo dengan cepat terlelap lagi.
Urat jantung Mingyu bagai ditarik. Rasanya...senang. Rasanya...benar. Ini benar. Ini yang seharusnya ia temukan setiap pagi, setiap hari: Wonwoo dalam pelukannya, tenang dan nyaman. Dia pun tak kuasa untuk tidak membungkus Wonwoo dengan kedua lengannya yang besar, menambah kehangatan bagi sang Omega. Hidungnya mengendus rambut Wonwoo yang agak berantakan, mereguk wangi manis lemah yang menguar darinya.
Ingin ia membasuh Omega itu dengan baunya sendiri, lalu menghirup aroma dari lehernya banyak-banyak, namun dorongan untuk membiarkan Wonwoo tidur nyenyak jauh lebih kuat dari keegoisan Alpha-nya semata. Maka, Mingyu hanya mengecup lembut kepala Wonwoo, mengelus punggungnya pelan, sampai ia kembali tertidur lagi dengan perasaan lebih ringan.
Kali ini, ia mungkin bisa bermimpi.