82.
“Belom sadar juga?”
“Mm...,” Joshua mengangguk. Minghao menepuk-nepuk perlahan kepalanya, sebelum tangan turun ke pundak kekasihnya. “Gimana nih, Hao, kalo dia nggak sadar juga...? Kita kan perlu balik ke dorm...”
Minghao menghela napas. Memang, dilihat dari segi manapun, adalah tanggung jawab mereka ber-4 (khususnya Joshua) karena menyebabkan salah seorang fans mereka jatuh pingsan. Tidak mungkin juga dibiarkan di sini. Bahaya kalau dia nanti bangun dan berkoar-koar atau malah sampai menuntut? Panjang urusannya.
Tapi dibawa ke dorm pun, agak....yah...
...mustahil kan???
“Ngerti kan kenapa Bang Jihoon marah sama kamu?”
”.......,” Joshua menunduk. “.....iya....”
“Bilang apa?”
”....maaf....”
“Terus?”
”...aku nggak ulangin lagi....”
“Terus?”
”...dan bakal minta ijin kamu ato Hoonie dulu...”
Minghao tersenyum puas. Elusannya pada kepala kekasihnya semakin lembut.
Ia pun semakin mendekat, mendekat, hingga pipinya menemukan pipi Joshua. Suaranya rendah, hanya berupa bisikan di telinga.
“Good boy.”
“Daddy...,” Joshua hampir tak mampu menahan erangan.
Minghao terkekeh melihat bagaimana paras Joshua berubah. Lebih submisif. Menginginkan. Selama ini, ia hanya bisa bermimpi menindih makhluk indah di hadapannya itu di kasur. Sekarang, setelah ia tahu betapa hausnya Hong Jisoo akan cinta, ia tak pernah ragu untuk memberi dan memberi, hingga kekasihnya bahagia, puas tenggelam dalam cinta Minghao padanya yang tak berdasar.
Termasuk saat ini, saat Joshua menangkup pipinya dan mendesah ke bibirnya, “Kiss me, daddy...“
Dan ia bisa apa?
Idol atau bukan, ia hanyalah manusia.
.
.
.
.
.
“Ngh-ah...”
Decakan. Lidah bertemu lidah menimbulkan bunyi basah. Bibir melekat, menghisap. Gigi tak kalah, ikut memagut dan menarik, membuat kedua pasang bibir kian memerah. Wet, squelching sound. Desahan berat. Geraman rendah. Permohonan manja.
Semua. Semua menggema di ruangan tertutup itu. Joshua merebah di sofa seberang raga Seungcheol berada sementara Minghao menindihnya. Mereka bercumbu, lama dan penuh intensitas.
Jihoon sedang menelepon CEO mereka untuk menjelaskan duduk perkaranya. Wonwoo entah pergi ke mana. Sementara Joshua dan Minghao, well...
”—angh—”
...somebody's gonna get laid tonight, that's for sure.
.
.
.
.
.
.
Dan orang itu bukan dirinya.
MOHON MAAF, SITUASI MACAM APA INI, YA TUHAN??? KENAPA JUGA GUE BARU SADAR (LAGI), LANGUNG DISUGUHIN BEBUNYIAN NGGAK SENONOH 'ANG ANG ANG' DARI IDOL GUEEE????? SEKARANG GIMANA GUE HARUS PERGI DARI SINI???
”-Ah-hh-Hao-”
Bunyi kecupan basah, lagi.
YA TUHAAANN, SHUAHAO DI BELAKANG PUNGGUNG GUEEEEEE!!! KAPAL GUE KARAAAMMMMMM!!! KARAAAMMM!!! WONHAO GUE KANDAASSSS, YA DEWAAA!!!
“Good baby, you're so pretty,” geramnya. “So pretty for daddy...”
HAO SEMEEEE!!! IBUUUUUU, HANCUR SUDAH BAYANGAN GUE HAO UKE GEMES-GEMES DI KASUR, INNALILLAHI!!! HAO SEMEEE!!! SEME 120% HUHUHUHU!!!
Emang bener ya...
EMANG BENER OTP ITU SEMUA HALU!! APA ITU OTP!! HUEEENNNGGGGGG!! (╥.╥)(╥.╥)(╥.╥)(╥.╥)(╥.╥)(╥.╥)(╥.╥)
BRAKK!!
Kaget, buru-buru Joshua mendorong Minghao. Bangkit dari sofa, Minghao cepat merapikan dirinya, memasukkan baju yang sempat keluar dari pinggang celananya dan mengancingkan dua kancing teratas yang terbuka. Rambutnya ia tekan ke bawah sambil membuka pintu.
“Bangsat. Lu kira ini hotel melati,” ketus, Wonwoo merangsek masuk, menyikut bahu Minghao sambil lalu. “Minggir! Gue mau ambil tas gue, Bang Jihoon dah dapet oke dari CEO. Dia kita bawa ke dorm.”
Hampir Seungcheol menggerung protes. Untung ia ingat kalau ia masih pura-pura mati.
“Apa nggak apa-apa?” Minghao bertanya dengan cemas di nadanya.
“Tauk. Mang urusan gue. Yang bawa dia juga siapa,” melengos, Wonwoo menuju meja rias mereka. Tidak sekalipun menoleh ke Joshua yang baru saja selesai mengancingkan bajunya sampai tersisa satu kancing paling atas saja yang masih terbuka..
“Mm...,” bingung bagaimana harus mengubah suasana, Joshua berdeham. “Right. Emm. Gue panggil manager-hyung deh kalo gitu buat bantu angkat dia ke mobil...” Ia berdiri, melangkah ke pintu. Masih agak terhuyung.
“Gue ke Bang Jihoon dulu deh,” sigap, Minghao langsung berada di sisi Joshua, memegangi pinggangnya.
“Nggak pa-pa, Sayang...?” bisiknya.
“Mm...,” Joshua mengangguk. Berjalan dengan setengah ereksi memang agak merepotkan, tapi bukan tidak mungkin.
“Won, bentar ya...”
Memandang kepergian pasangan itu, Wonwoo memutar bola mata. Ia meneguk teh kalengnya lagi. Dalam langkah hening, ia mendekati tubuh di sofa.
Lalu, membungkuk. Bibir pada telinganya.
“Bangun,” bisikan tajam. “Titit lo nonjol tuh. Pervert.”