86.
“Gila, gue kenyang banget...”
“Kalo nggak kenyang mah lo lebih gila, lo makan porsi buat berdua, Njing.”
Sambil terkekeh, Wonwoo sekalian membenahi piring dan gelas bekas mereka makan malam. Namanya dia yang lagi numpang, ya dia tau diri lah.
“Eh, taro situ aja kali Won.”
“Nggak, gue aja yang nyuci piring. Lo mandi gih sana.”
“Udah kok. Lo seriusan mau nginep di sini?” Joshua menelengkan kepala.
“Nggak boleh ya...?” Wonwoo menatapnya dengan mata lebar berkaca-kaca, mirip anak anjing abis ketendang. Joshua jadi nggak tega.
“Ya...boleh deh, tapi lo mandi dulu sana ya, gue ogah kasur gue kotor.”
Wonwoo memutar bola mata. Dia udah tau sih kalo Joshua itu sedikit neat freak, dan udah biasa juga kalau ke kamar atau, sekarang, kostan-nya, Joshua pasti nyuruh dia cuci kaki, cuci tangan, atau mandi tiap dia menginap sebelum naik ke atas kasur, tapi tetep aja Wonwoo ber-hadeeeh.
“Eh, eh, nggak boleh protes,” diacungkannya jari telunjuk sebagai peringatan.
“Nggak kok, bagindaakuu, sayangku, pacarkuu~” rengeknya, sambil menyeka piring terakhir.
“Najis lu. Nih handuk,” Joshua lempar benda itu begitu aja sampai menutupi kepala Wonwoo. “Gue ngantuk. Gue tidur duluan.”
Wonwoo pun mandi. Nggak lama, dia udah keluar lagi. Di dalam tadi, dia pakai sabun dan shampoo punya Joshua. Sikat gigi di wastafel pun ada dua, masing-masing ditaruh dengan rapi di sebuah gelas bening yang pendek. Handuk yang dia pakai buat menyeka rambut warnanya ungu, warna kesukaan Wonwoo (dan emang handuknya punya dia, sengaja disimpan di kostan Joshua).
Semua terasa terlalu familiar.
Terlalu...rumah.
Nyaman.
Pas Wonwoo keluar, kamar Joshua udah gelap. Joshua tidur dengan punggung membelakangi kamar mandi. Dia menyeka rambutnya sampai benar-benar kering, lalu handuknya dia gantungkan dengan rapi di rak atas toilet. Dipakainya kaus gombrong putih sama track pants hitam, baju favorit Wonwoo buat leha-leha. Merasa udah oke, dia akhirnya naik ke atas kasur di samping Joshua.
“Mmm...”
“Sori, ssst, tidur lagi aja Josh,” bisiknya pelan, takut membangunkan. Mood Joshua bisa anjlok seharian kalau bangun dipaksa kayak begitu.
Untungnya, Joshua cuma mengernyit, mumbling, ngulet sedikit, lalu tidur lagi. Nguletnya gemes deh. Dia putar badan menghadap Wonwoo sambil lengan diangkat sedikit, terus melungker begitu aja.
Imut ih. Wonwoo mau nggak mau jadi ketawa pelan. Diusapnya poni Joshua.
“Tidur yang nyenyak, Josh..”
Usapan tersebut pindah ke antara dua alis Joshua, berusaha menghilangkan kerut yang nampak di sana dengan sentuhan menenangkan. Dia berhasil. Napas Joshua pun jadi lebih rileks, santai. Wonwoo tersenyum makin lebar.
Dibukanya mulut untuk berbisik,
”...Sayang.”