89.
Kali ini sebuah mangkuk kertas dan sebuah sendok plastik yang ia temukan di atas meja. Sudah tak asing lagi, Minghao duduk dan membuka tutupnya. Kepul uap dan aroma sedap langsung menguar.
Sup ayam bening. Wortel, buncis, kentang, tomat. Supnya hampir tak berlemak. Siapapun yang memasak ini pasti telaten menyendoki minyak yang terbentuk.
Diambilnya post-it kuning yang kali ini berbunyi:
Selamat pagi. Saya nggak tahu apa kamu suka sup krim, jadi saya buatkan sup ayam biasa. Semoga suka!
Xu Minghao tersenyum. Sambil menyiapkan kerjaannya, ia menyendoki sup hangat itu sampai habis. Tubuhnya terasa nyaman, oleh sup dan oleh post-it tersebut.
Dia membalas:
Enak. Nggak ada lemak. Kamu orangnya telaten ya? Terima kasih atas supnya. And don't worry, I like cream soup, seafood, and all kinds of vegetables too :)
Entah sugesti atau memang makanan enak membuatnya nyaman, Minghao pagi itu lebih berenergi dari biasanya. Presentasinya di rapat departemen rutin mendapat anggukan tanda setuju dari GM-nya. Semua pekerjaan yang sempat terbengkalai minggu lalu pun selesai sebelum jarum jam menunjukkan pukul 11 siang.
Ia tengah mengecek handphone ketika sebuah suara memanggil dari samping.
“Kakak lagi seneng ya?”
“Hmm,” mata masih terpaku, Minghao menggumamkan jawaban. Tanpa sadar tersenyum. “Sarapan gue enak, jadi adem gue seharian.”
“Hee...nyarap apa tuh? Di mana? Kalo enak, gue juga mau coba.”
Dia tertawa pelan. “Nggak, nggak,” Minghao menaruh handphonenya untuk lanjut bekerja. “Makanannya khusus buat gue. Spesial pake telor. Sori ya, Gyu.” Kekehnya, sementara jemari mengetik e-mail baru.
Sayangnya, tatap Minghao terpaku pada layar komputer. Andai ia menoleh sekali saja, mungkin ia akan menemukan senyuman lembut Mingyu dan pandangan mata yang sama lembutnya.
“Seenak itu, Kak?”
“The best.“
“Ooh.”