99.
Telapak tangannya lembab. Jantungnya berdentum keras. Hari pertama di kantor baru. Dia duduk bersama beberapa trainee lainnya di ruang meeting utama yang besar. Mereka semua direkrut secara bersamaan untuk posisi yang sama, sebagai MT. Dari awal mereka akan diajari, diolah di semua bidang agar bisa ditempatkan di departemen-departemen yang sesuai. Mungkin setelah satu tahun, Joshua akan ditempatkan di sales, atau di marketing, atau di mana saja sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Dia memejamkan mata untuk menenangkan diri.
Tenanglah...kamu bakal baek-baek aja...
Nggak ada yang tau kamu di sini, selama kamu hati-hati, kamu bakal aman...
“Hai!”
Kaget, Joshua membuka mata lalu menoleh. Ada seorang lelaki di sebelahnya, duduk santai dalam balutan kemeja putih dan celana hitam, lengkap dengan dasi. Wajahnya menyengir ceria, kontras terhadap pakaian formal yang dikenakannya.
“Oh...,” buru-buru dia menanggapi, nggak ingin dicap sombong. “Halo...”
“Anak baru juga?”
Joshua mengangguk.
“Sama dong! Kenalin, gue—eh, nggak apa nih pake gue? Kita seumur kan ya harusnya, secara masuk barengan?”
Joshua pun mendengus geli. “Iya, nggak apa kok pake gue-elo juga,” kekehnya pelan. “Salam kenal, gue Jisoo.”
“Sipp! Salam kenal juga, gue—”
Tling! Tling! Tling!
“Ah shit, lupa gue silent. Sori, wait.”
Lelaki itu mengambil handphone dari saku celananya. Dia membacanya, meringis lebar, mengetik dengan cepat lalu mematikan fitur suara, sebelum diselipkannya kembali ke dalam saku.
“Pacar?”
“Bukan, pacar mah di sana,” lelaki itu menunjuk pada seorang wanita yang sedang mengobrol dengan rekan kerjanya, berdiri di depan ruangan. Sepertinya mereka karyawan bagian pelatihan. “Sst jangan bilang-bilang tapi ya. Nggak boleh pacaran di sini soalnya.”
Joshua hanya bergumam. Baru tau kalo office romance dilarang di sini. Lelaki itu meneruskan ocehannya.
“Temen gue tadi. Berisik banget nanyain kunci rumah di mana.”
“Roommate?”
“House mate. Lo ngekost?”
Joshua mengangguk.
“Di mana?”
“Belakang nih.”
“Buset. Enak bener. Kekapan gue nebeng lah.”
Mendengar itu, Joshua tertawa. “Boleh. Mayan lah, bisa di lantai gelar tiker,” kelakarnya.
“Anying. Ngenes banget.”
Mereka tertawa bersama. Sebuah dehaman datang, mendiamkan kedua orang itu. Ruangan mulai ramai dan sepertinya akan mulai sesi pertama perkenalan diri yang dijadwalkan oleh tim personalia.
“Ntar istirahat maksi bareng yok?” teman barunya itu berbisik.
“Boleh,” Joshua balas berbisik.
“Sipp. Btw, kenalin, gue Kwon Soonyoung.”