narrative writings of thesunmetmoon

Part 133

#gyushuaabo

Detak jam besar berpendulum dari ruang tengah kediaman keluarga Kim memenuhi ruang-ruang besar yang sepi. Atas permintaan Joshua, para pelayan diliburkan dari tugas mereka sampai keadaan sang kepala keluarga menjadi lebih baik. Tuan Park, meski enggan meninggalkan tuannya, hanya menunduk dengan patuh. Ia mempercayakan tuannya itu ke tangan Omega pendampingnya, yang membuat Joshua tersenyum simpul mendengarnya.

Mereka berbaring di peraduan hingga malam mengembangkan keheningan abadi. Mingyu tertidur dalam pelukan Joshua, mengenakan hanya kaus putih katun dan celana piyama. Joshua sendiri berbalut kemeja Mingyu yang panjangnya hampir menutupi paha, berpikir bahwa mengenakan baju suaminya akan membantu Alpha di dalam Mingyu untuk lebih rileks. Joshua memiringkan tubuh, bertumpu pada siku-siku lengannya di atas bantal. Kepala Mingyu bersandar di dadanya.

Ia mengelusi wajah suaminya. Disentuhnya dahi Mingyu hingga kerutan hilang dari sana dan napasnya terdengar teratur. Kemudian, sentuhan-sentuhan lembut yang sama juga menemukan pipi, batang hidung, rahang, serta sisi kening sang Alpha. Joshua memandanginya terus-menerus dengan senyuman di wajah, mengagumi sosok seorang Kim Mingyu.

Suaminya.

Alphanya.

Dikecupnya kening lelaki itu. Dikeluarkannya feromon tanpa ragu, berharap, bila Mingyu telah muak dengan lidah yang berdusta, maka Joshua ingin suaminya mengetahui seberapa dalam cintanya melalui feromon itu. Bahwa, seperti Mingyu, dunianya pun tidak lagi sama semenjak Alpha itu datang dan mengaku bahwa ia tidak pernah melihat Omega seindah dirinya.

Dalam keadaan seperti itulah, kelopak mata Kim Mingyu mengerjap membuka, terbangun dari kelelahan yang luar biasa. Omeganya, hangat, lembut, menyirami wajahnya dengan kecupan manis. Sang Alpha tertawa pelan sebelum memeluk pinggang kekasihnya, menduselkan hidungnya ke sisi leher Joshua, persis di kelenjar feromonnya. Dihirupnya dalam-dalam wangi kue natal tersebut sebelum dihembuskannya napas kuat-kuat.

“Kim Mingyu.”

Ringisan jahil adalah jawaban dari decakan Joshua barusan. Pasalnya, tangan Mingyu telah turun dari pinggang Joshua dan malah mengusap bokongnya. Sang Omega balas tersenyum.

“Bandel,” tuduhnya galak, meski feromonnya jelas berkata lain. Ia mengecup ujung hidung suaminya. “Gimana reaksi orang-orang kalo tau kamu sebandel ini, hmm?”

“Lalu apa yang harus saya lakukan dengan Anda di pelukan saya seperti ini?” bisik sang Alpha. “Dengan Anda hangat dan manis seperti ini...”

Bibir pun saling menemukan dalam ciuman yang lambat. Ciuman yang hanya bisa dibagi oleh dua orang yang telah bertukar hati. Mingyu ingin mematerikan ini semua dalam benaknya sampai akhir hayat. Ingin percaya bahwa, apapun yang terjadi, Joshua akan terus mencintainya seperti ini.

Saat ciuman terlepas, Joshua menghela napas. “...Gimana keadaan kamu?” tanyanya, berhati-hati agar tidak memperburuk suasana hati suaminya. “Are you okay, Gyu...?”

Tidak. Ia tidak baik-baik saja.

Mingyu hanya diam. Tidak menyanggah ataupun mengiyakan. Joshua membiarkan Mingyu, tidak memaksanya sama sekali. Mingyu pun, pada akhirnya, tidak menjawab, melainkan menyurukkan tubuh besarnya semakin rapat ke dalam pelukan sang Omega, secara ajaib mengerut bagaikan fetus. Layaknya bocah cilik yang membutuhkan pelukan hangat ibunda untuk menghalau segala gundah gulana.

Sesuai kehendak suaminya, tanpa kata-kata, Joshua melingkarkan lengan di kepala Mingyu, lalu menunduk untuk mengecup ubun-ubunnya. Mereka berpelukan seperti itu di tempat tidur, berdua saja, memiliki satu sama lain untuk menghadapi apapun yang merintangi rumah tangga yang tengah mereka bangun bersama.

Waktu berlalu ditemani suara napas dan dada yang bergerak naik-turun. Jika malam itu berakhir begini saja, maka Joshua akan maklum. Namun, tanpa terduga, Mingyu bergumam, “...Kenapa?”

”...Gyu?” Joshua memerlukan konteks agar bisa merespon pertanyaan itu.

“Kenapa Ibunda dan Tuan Lee tidak pernah menceritakannya pada saya?”

Suara suaminya begitu rapuh. Hati sang Omega tak ayal terenyuh.

“Melindungi saya? Untuk apa...? Saya tidak perlu dilindungi. Saya hanya ingin mengetahui siapa orangtua saya,” napas Mingyu mulai memburu. “Salahkah? Salahkah seorang anak ingin mengetahui orangtuanya? Salahkah jika saya berharap mereka menceritakannya pada saya jauh sebelum ini? Salahkah??“

Keluar, semua yang dipendam dalam hati. Persis seperti malam terakhir di negara Joshua kala itu.

“Mingyu...”

“Jika saya—” ia meneguk ludah. “—mengetahui siapa orangtua saya, tidak akan ada rumor yang membuat Mendiang Ayahanda menjadi bahan cemoohan sepanjang sisa hidupnya. Tidak akan ada yang mengolok dan mengasihani Ibunda. Kak Cheol tidak perlu terus-menerus mengingatkan orang-orang bahwa saya adalah adiknya. Saya akan bisa berjalan dengan bangga, mengetahui bahwa saya lahir dari orangtua yang jelas dan akan sanggup membantah omongan buruk para tetua.”

Joshua mulai membelai lagi kepala suaminya.

“Tidak ingin saya menderita??” Mingyu mengernyitkan alis. “Tidakkah mereka menyadari bahwa saya jauh lebih menderita seperti ini, ditinggal dalam gelapnya ketidaktahuan?? Bagaimana bisa seorang anak tidak pernah bertemu dengan ibunya, sedangkan mereka mengetahui dimana ibu saya selama ini??

Saya—saya—”

—hanya ingin bertemu orangtua saya.

Terlalu banyakkah saya meminta...?

Kata-kata yang gagal keluar takkan keluar selamanya. Alih-alih, isak tangis terdengar dan bagian depan kemeja Mingyu yang Joshua kenakan pun basah. Feromon Alphanya terkoyak oleh frustrasi dan kemarahan, membuat Joshua semakin mengerahkan feromonnya sendiri. Adalah insting bagi kaum serigala untuk berusaha menenangkan pasangannya.

Namun, meskipun begitu, kali ini Mingyu tidak semudah itu ditenangkan. Ia terus saja menangis sambil memeluk Joshua seakan tak ada lagi yang bisa ia harapkan selain Omeganya. Hati Joshua hancur bersama dengan Mingyu. Ia sendiri tidak sadar kapan tepatnya tangis telah meleleh di pipi sampai ia menarik napas panjang.

Tak ada kata-kata yang bisa ia berikan pada Mingyu saat ini.

Yang bisa ia berikan hanyalah kecupan dan elusan, serta feromon yang menyuarakan rasa cintanya pada sang Alpha.