narrative writings of thesunmetmoon

Part 137

#gyushuaabo

Benar saja.

Begitu Joshua menapak masuk kamar tidur barunya, ia langsung uring-uringan. Lenyap sudah bau feromonnya yang bercampur dengan feromon Mingyu. Lenyap sudah kenyamanan akan sarang mereka berdua yang selalu bisa menenangkan batin sang Omega.

Joshua mendengking menyedihkan ketika mereka menaruh koper-koper mereka, membuat hati Alphanya langsung terenyuh. Jelas ia bisa mencium keruhnya perubahan feromon sang Omega. Apalagi, suaminya itu mulai mengitari ruangan dan mengendus-endus sekelilingnya, menemukan samar-samar bau asing para pelayan Beta yang membenahi kamar tersebut sebelum kedatangan mereka. Bau yang meningkatkan rasa frustrasinya.

“Mingyuuu...,” ia merengek. Omega dalam dirinya terusik sedemikian rupa karena kehilangan sarangnya. Kehilangan tempat bernaung dimana ia bisa melindungi keluarganya.

“Ya, Sayang?” meski ia sendiri resah karena ketiadaan tanda dirinya di ruangan itu, sang Alpha dengan patuh memeluk Omeganya dari belakang, berusaha membanjiri suaminya dengan feromon sebanyak yang ia bisa untuk menenangkannya.

“Nggak mau,” ia mulai menggeleng. “Nggak suka. Aku nggak mau di sini. Nggak ada bau kamu. Nggak ada bau kita.”

Kim Mingyu menggertakkan gigi, diam-diam setuju dengan Omeganya. Namun, demi Joshua dan kakaknya, ia menahan diri. Alih-alih, sang Alpha menunduk untuk mengecup bekas gigitannya di kelenjar feromon Joshua, mendorong suaminya itu untuk lebih rileks dan menguarkan wangi kue natal khasnya. Pelukannya pada pinggang Joshua mengerat.

“Ssh, ssh,” bisiknya, bersama dengan kecupan-kecupan susulan menuruni sisi leher kekasihnya, lalu menetap di pertemuan leher dan bahu. “Jika tiada bau kita berdua, bukankah kita bisa memenuhinya bersama-sama mulai saat ini, Sayang?”

Oh...

“Sekarang...?” Joshua menoleh sedikit. Satu tangannya menangkup pipi Mingyu.

Kelopak mata sang Alpha separuh memejam, fokusnya sudah pada bibir merah sang kekasih. Kesadaran akan maksud pandangan suaminya, serta sesuatu yang terasa padat mengenai bokongnya, membuat pipi Omega muda itu tersipu manis. Lengan yang melingkari pinggangnya mengencang. Feromon Mingyu juga agak berantakan, tidak seperti biasanya. Mungkin suaminya itu sama terusiknya dengan dirinya. Sama-sama tak sabar untuk membangun sarang baru mereka.

Mereka bergerak hampir bersamaan: Mingyu meraup bibir Joshua dengan bibirnya dan Joshua mengalungkan kedua lengannya ke sekeliling leher Mingyu. Di saat itu, sang Alpha dan Omega mengabaikan sisi manusia mereka yang meneriakkan bahwa mereka harus menemui anggota keluarga kerajaan lainnya, harus bersiap untuk turun makan malam bersama; suara-suara yang ditembak mati oleh kebutuhan dasar kedua serigala untuk menciptakan rumah bagi mereka. Oleh hasrat untuk menautkan dan membanjuri feromon mereka di setiap sudut ruangan tersebut.

Karena, ah, apalah serigala tanpa sarangnya?

Seungcheol tertawa di meja makan panjang yang penuh dengan hidangan ketika seorang pelayan membungkuk meminta maaf, mengabarkan bahwa Tuan Kim dan Tuan Hong tidak dapat menghadiri perjamuan malam itu.

“Apakah masih ada yang bersiaga di area tempat tinggal mereka?” tanyanya.

Pelayan tersebut menggeleng.

“Bagus. Bagaimana dengan para penjaga?”

“Ada dua orang yang—”

“Tarik mereka,” Jeonghan menimpali. “Biarkan area Kim dan Hong bersih dari Alpha, Beta dan Omega lain.” Ia mengangkat cangkir untuk meminum tehnya. “Jangan ada yang mengganggu mereka bila tidak diperlukan.”

Pelayan itu membungkuk dan mundur. Ibu Suri tertawa perlahan sambil menutup mulutnya. Seungcheol meringis sebelum meraih tangan Omeganya untuk dikecup.

“Aku jadi teringat dirimu saat kau baru kuboyong ke istana ini, Sayang,” kelakarnya.

Jeonghan mendengus. Tanpa sadar, ia mengelus perutnya sendiri. “Kuharap Hong keluar dengan keadaan jauh lebih baik daripada aku dulu,” decaknya. “Aku seperti habis dicabik karnivora.”

Seungcheol tertawa lagi.

Namun, kekhawatiran Yoon Jeonghan nyatanya tidak diperlukan. Karena, meskipun Joshua akhirnya menunjukkan batang hidungnya di perjamuan malam berikutnya dengan bibir bengkak dan leher yang penuh bekas gigitan dan hisapan, feromon sang Omega memancarkan kebahagiaannya yang meluap-luap, puas karena kini ia memiliki sarang lagi bersama Alphanya terkasih.

Setelahnya, hari-hari Mingyu diisi dengan mempelajari sebanyak mungkin hal mengenai kondisi politik dan ekonomi kerajaan saat ini, serta rencana-rencana Tuan Raja, baik yang masih tertunda maupun yang sedang berlangsung. Bersama Tuan Lee dan Tuan Yoon, Kim Mingyu mencoba mengejar keterlambatannya agar ia pantas menyandang tugas penting dari kakaknya.

Sementara itu, Joshua menghabiskan harinya dengan membiasakan diri akan kehidupan di istana. Ia dan Mingyu menolak dibantu mandi maupun berpakaian, namun menerima antaran air hangat dan keperluan lainnya ke kamar mereka. Sang Omega menapakkan langkahnya ke segala penjuru istana sepanjang yang diperbolehkan untuknya. Ia menyukai ketenangan perpustakaan pribadi milik anggota keluarga kerajaan. Meski agak kecil dan berada di suatu sudut tersembunyi, ruangan itu memuat begitu banyak buku, dari langit-langit hingga lantai. Suasananya hangat dan sepi. Beberapa kali Mingyu menemukan Omeganya di sana, terlalu larut membaca hingga lupa waktu.

Tidak jarang pula Boo Seungkwan menemaninya. Sang Beta menunggu kedatangan Tuan Lee—tunangannya—untuk menjemputnya setelah rapat Dewan Tetua. Setelah menerima pinangan Alpha itu, jabatannya diputihkan dan ia diangkat menjadi salah satu calon anggota keluarga kerajaan, sehingga Seungkwan berhak berada di perpustakaan tersebut.

Tempat lain yang ia sukai adalah taman bunga indah lengkap dengan rumah kacanya yang memisahkan area tempat tinggal sementara Kwon Soonyoung dan Wen Junhui dengan bagian istana lainnya. Joshua kerap bertandang untuk bermain bersama kedua bayi mereka—fakta yang membuat Omeganya mendesah puas. Adalah suatu insting bagi Omega untuk menyukai dan disukai anak-anak. Jun akan membawakan makanan buatannya untuk Soonyoung dan Joshua yang tengah duduk di teras, menikmati siraman matahari senja sambil mengelusi bayi-bayi yang tertidur di pelukan mereka.

Dan, ketika malam turun, Joshua akan menyambut suaminya—atau sebaliknya—di kamar tidur mereka. Terkadang mereka makan malam bersama di ruang perjamuan utama, di lain waktu mereka akan makan berdua saja di balkon kamar ditemani kerlipan bintang dan senyuman dewi malam. Di hari-hari ketika gairah mereka tidak meletup-letup, mereka akan menghabiskannya dengan bercerita apa saja di peraduan hingga kantuk membujuk mereka ke alam mimpi—sesuatu yang baru, kejadian lucu, perihal negeri dan rencana sang raja, impian masa depan mereka.

Segala kegelisahan. Segala kebahagiaan.

Karena mereka akan terus bersama hingga akhir hayat nanti sebagai Alpha dan Omega.