narrative writings of thesunmetmoon

Part 138

#gyushuaabo

“Jangan nangis dong.”

“Mana bisa...”

Bulan tidak nampak malam itu, tertutupi oleh gumpalan awan yang pekat. Malam sempurna untuk menyelundupkan tiga manusia dan dua bayi keluar. Malam yang penuh isak tangis tertahan—Yoon Jeonghan terhadap suaminya dan Joshua Hong terhadap salah satu sahabatnya.

“Nanti kan kita ketemu lagi,” Soonyoung meringis. “Nanti, pas lo balik ke negara kita, cuma ada damai dan ketenangan tiap lo jalan-jalan di kota. Nggak akan ada lagi Alpha yang bisa seenaknya sama Omega. Nggak akan ada lagi Omega yang ditindas. Gue akan buat lo dan semua Omega seperti kita di sana, mulai detik ini, bahagia.”

Makin banjirlah air mata si anak. Ia memeluk Soonyoung erat-erat, tak mau lepas. Omega yang lebih tua itu tersenyum, balas menepuk-nepuk bagian belakang kepala Joshua. Ia sendiri berat meninggalkan negeri itu. Kenyamanan hidup di sana membuat perangkap semanis madu, menjeratnya kuat hingga dirinya hampir membuyarkan seluruh rencananya demi secercah surga.

(“Melarikan diri memang mudah, tetapi penyesalanmu akan mengendap di sudut hatimu. Selamanya.”)

Kata-kata Seungcheol terngiang lagi ketika Soonyoung mengutarakan keraguannya dua hari yang lalu. Sang Alpha menopang dagunya pada dua kepalan tangan di atas meja kerja pribadinya, menatapnya dengan serius.

(“Jangan sampai kau menyesal karena kebimbangan hati sesaat, Soonyoung-ah.”)

Ah...

Andai ia warga biasa. Andai ia seperti Joshua. Tanpa sebuah tanggung jawab besar, status maupun darah biru. Ia bisa tinggal di sana, menikmati birunya langit dan jingganya senja, membiarkan tapak kaki kecil anak-anaknya menginjak rerumputan hijau dalam kedamaian yang telah dibangun Seungcheol dan seluruh petinggi kerajaan. Ia bisa makan dengan layak, membantu Seungcheol menjalankan pemerintahan bila dikehendaki dan hidup dalam ketenangan.

Suaminya pun tidak perlu melindunginya lagi sepanjang hari, memastikan peluru para penjaga istana tidak menembus jantungnya bila mereka lengah dan diketemukan.

Kwon Soonyoung, masih tersenyum, kini mendorong sedikit Omega yang masih menangisinya itu agak menjauh. Ia mengelus lembut pipi Joshua, memandanginya dengan tatapan sayang.

Tapi, benang merahnya bukanlah benang merah Joshua Hong. Takdirnya bukanlah menjadi warga biasa yang dilindungi para petinggi serta sang raja.

Takdirnya adalah sebagai Kwon Soonyoung.

Ia lah sang raja.

“Gue janji,” diusapnya air mata dari sudut mata Joshua. “Apapun yang terjadi, kita bakal ketemu lagi. Alive and well.”

And happy.”

Joshua menekan tangan Soonyoung ke pipinya. Omega yang lebih tua itu tersenyum makin lebar.

“And happy,” ulangnya.

Digesekkannya ujung hidungnya ke ujung hidung Joshua, sebuah gestur khas kaum serigala khusus untuk orang yang dikasihi, atau keluarga.

“Uuuh...” (⁠╥⁠﹏⁠╥⁠)

Ketika Joshua menggamit leher Soonyoung, kembali memeluknya dan menangis semakin deras, Soonyoung memeluknya balik sama erat. Ia mengangkat pandangan, melihat Jun dan Mingyu tersenyum memandangi mereka,

dan sang Omega pun tertawa.

Aku nggak perlu dilindungin. Aku yang bakal ngelindungin kalian semua.

Aku janji, sebagai Kwon Soonyoung dan sebagai raja.


Setelahnya, Joshua merangkul Jeonghan, separuh menahan sang Omega agar tidak lari mengejar suaminya. Perasaan ketika Alpha dan Omega yang telah terikat permanen saling berjauhan adalah perasaan yang tidak seharusnya dirasakan siapapun, terlebih oleh Yoon Jeonghan. Joshua hampir menancapkan kuku-kukunya ke pinggang Jeonghan karena ia bisa merasakan sahabatnya itu sedikit lagi akan memberontak—mengamuk—dan ia mati-matian mengekangnya.

Mingyu membantu suaminya dengan berdiri di belakang kedua Omega. Ia adalah seorang Alpha, maka lancang baginya bila menyentuh Omega yang bukan suaminya, namun ia siap siaga apabila Jeonghan mendadak mendorong Joshua dan kabur. Ibu Suri juga memegangi tangan sang Omega, meremas-remasnya untuk menenangkan hati anak menantunya yang tersiksa itu.

“Jeonghanie—”

“Pulang,” bisiknya ke leher Joshua. Dihirupnya feromon sahabatnya dalam-dalam. “Aku mau pulang.”

Joshua menoleh ke arah Mingyu dan Ibu Suri. Mereka berdua mengangguk. Kereta barang kumuh yang membawa kelima orang itu telah lama hilang di antara pepohonan. Tak ada lagi yang mengharuskan mereka berada di sana, menantang angin dingin di kegelapan malam.

Maka, mereka bertolak kembali ke istana yang siap menyambut mereka dengan kehangatannya.


Seluruh penghuni istana terkejut mendengar berita kondisi raja dan bahwa kendali pemerintahan berpindah sementara ke suami dan adik angkatnya, namun mereka bersumpah untuk menutup mulut mereka agar masyarakat di luar dinding istana tidak panik. Tidak ada keraguan terhadap kemampuan Yoon Jeonghan dan Kim Mingyu memerintah negara mereka, apalagi Ibu Suri dan Tuan Lee setia membantu mereka sebagai penasehat kerajaan. Meski mereka mencemaskan kesehatan raja mereka yang baik hati nan bijak, separuh kecemasan itu lenyap oleh penggantinya yang kompeten.

Hari demi hari bergulir, berganti menjadi minggu. Setiap hari, Yoon Jeonghan menanti dan menanti kabar dari seberang samudera. Ketiadaan berita negatif membuatnya sanggup membuka mata setiap pagi, meski ada lubang kopong menganga di tengah rongga dadanya. Bau Seungcheol amat perlahan menipis dari kamarnya. Hanya memori akan suaminya dan bayi di dalam kandungannya lah yang membuat ibu muda tersebut tangguh.

Alphamu adalah separuh dirimu. Bila Alphamu pergi, maka ia membawa separuhmu bersamanya.

Joshua kerap menemani Jeonghan kala sang Omega tidak kuat lagi menahan kesedihannya dan undur diri ke ruang pribadinya, memberikan keputusan ke tangan Mingyu dan Seokmin. Kedua Alpha hanya bisa menatap ke arah Joshua, meminta tolong tanpa kata-kata kepada sang Omega. Joshua akan mengetuk pintu kamar Yoon Jeonghan dengan teh dan kue-kue, atau buku bacaan yang menarik. Jeonghan bersyukur sahabatnya ada di sana bersamanya ketika masa-masa sulit tersebut.

Sampai suatu hari, di musim semi bulan kedua minggu ketiga, sebuah kibasan sayap terdengar. Lalu, ketukan kecil paruh burung pada jendela kamarnya mencapai telinga.

Jeritan Jeonghan pagi buta itu membuat para penghuni istana tergopoh-gopoh. Joshua dan Mingyu, dengan mata masih mengantuk, pun ikut menghampiri. Pasal melihat Jeonghan yang bersimbah air mata, mereka sontak terbangun sempurna.

“Jeonghan, kenapa—”

Namun, sang Omega telah memeluk Joshua dengan senyuman terindah yang pernah ia saksikan. Di tangan Jeonghan, sebuah notes kecil dengan tulisan singkat terpampang:

Aku akan kembali padamu bersama senyuman bunga matahari.

Mata Mingyu membulat oleh keterkejutan. Senyuman Joshua ikut tersungging. Ia menatap balik Jeonghan, lalu mereka saling berpelukan.

“Syukurlah,” desah Joshua lega. “Syukurlah, Hani...”

Ya. Syukurlah. Semua yang berawal dengan baik, akan berakhir dengan baik juga.

Syukurlah...