narrative writings of thesunmetmoon

Part 14

#gyushuaabo

“Selamat siang, Hong,” Yoon Jeonghan tersenyum.

Berdiri di ambang pintu, Omega itu bagai malaikat turun dari langit. Cantik, polos. Tampak seperti seseorang yang hidupnya dipenuhi bulu burung dan bebungaan. Tapi, Joshua lebih dari sekadar tahu kalau Yoon Jeonghan—persetan dengan kata orang di luar sana—itu pedang bermata dua. Sebut saja instingnya yang berbicara.

Jujur, Joshua nggak kepingin jadi temannya, tapi kayaknya, jadi musuhnya Yoon Jeonghan itu lebih berbahaya lagi.

”...Tuan Yoon, apa yang—”

”—Jeonghan,” potongnya. “Dan boleh aku masuk, Hong? Di luar begitu dingin.”

Yah, Joshua bisa apa? Dia bilang 'nggak boleh' pun, Jeonghan bakal masuk aja seenak udelnya. Dengan berat hati, anak itu membuka pintu lebih lebar untuk mempersilakan tamunya masuk.

Setelah mengambil sesuatu dari dalam saku, mantel musim dingin dan topi tingginya ia tanggalkan di gantungan kayu sebelah pintu. Di balik mantel, Jeonghan mengenakan sweater leher tinggi berwarna hijau daun dan celana panjang satin warna merah manggis yang pucat, bagai pohon Natal yang kelewat cepat dipajang. Meski orang lain yang memakai warna itu bakal kelihatan konyol, Yoon Jeonghan malah nampak memukau.

Bahkan dari kacamata Omeganya, Joshua pikir Jeonghan itu indah. Jauh lebih indah daripada bayangan pada cerminnya.

(“...Saya belum pernah bertemu Omega seindah Anda...”)

...

...Tuan Kim pasti buta.

Setelah Jeonghan menyapa ibunya dan mereka duduk dengan nyaman di ruang tamu, ditemani percik api di perapian, barulah Omega itu menyerahkan apa yang sedari tadi dipegangnya pada tuan rumah. Joshua memerhatikan ibunya membuka surat bersegel lilin merah tersebut dan membacanya perlahan. Bola mata wanita itu melebar seiring berjalannya waktu.

”...Kenapa, Ma?” tanya si anak.

“Tuan Yoon, ini—!” ibunya mendongak dari surat, menatap lelaki tersebut.

Yang ditatap balas tersenyum. Lebih tulus kali ini. “Saya di sini sebagai utusan dari istana. Kami mengundang Anda dan putra Anda ke pesta dansa akhir tahun, Nyonya Hong. Saya dan Cheol sungguh berharap Anda dapat hadir,” ujarnya.

“Cheol?” Joshua mengernyit.

“Oh,” Jeonghan meringis. “Maafkan saya. Maksud saya Yang Mulia.”

(Jauh di dalam istana, Seungcheol bersin mendadak ketika sedang menandatangani berkas kerajaan, membuat tanda tangan tersebut agak bengkok.)

“Undangan pesta dansa...,” ibunya menangkup sebelah pipi. “Tapi di tanggal ini...”

“Apa ada sesuatu yang tidak berkenan di Anda, Nyonya Hong?”

“Yah...ini hari ulang tahun Joshua...”

“Begitukah?”

Sekali pandang, Joshua segera tahu.

“Saya baru tahu. Wah, bagaimana ya...susah juga...”

Si Bangsat...

”...Padahal Ibu Suri sangat ingin bertemu dengan Anda, Nyonya Hong...”

Ibunya membelalakkan mata. “Ibu Suri?? Ke-kenapa? M-maksud saya, saya bukan siapa-siapa—”

“Ah, tapi putra Anda adalah siapa-siapa,” Yoon Jeonghan meringis lagi, apalagi setelah melihat Joshua yang mengernyit, menatapnya penuh curiga. “Ibu Suri sendiri adalah seorang Omega. Beliau selalu tertarik pada Omega lain. Sayangnya, di sini, populasi Omega bisa dihitung pakai jari. Maka dari itu, Anda menarik perhatiannya, Nyonya Hong, karena sangat jarang seorang Beta melahirkan seorang Omega.”

“Oh...oh, begitukah..?”

“Begitulah,” jawabnya ringan. “Ah, tapi...karena sepertinya Anda dan putra Anda tidak bisa hadir, maka saya harus membawa kabar mengecewakan pada Beliau—”

“Tunggu.“

Joshua menoleh ke arah ibunya, kaget akan selaan barusan, lalu fokus berpindah ke Jeonghan, yang tersenyum semakin lebar. Sial. Joshua sudah tahu kalau dirinya sudah kalah.

“S-sepertinya kami bisa hadir. Yah, kita bisa merayakan ulang tahunmu sebelum pesta dansa. Benar begitu kan, Nak?”

Yoon Jeonghan memang mengerikan...