narrative writings of thesunmetmoon

Part 16

#gyushuaabo

“Anak itu.”

Seluruh tubuh Kim Mingyu menegang. Di balik tirai dimana ia tidak sengaja ketiduran saat sedang bermain petak umpet dengan kakaknya, Seungcheol, ia diam tak bergerak. Napasnya ditahan oleh bekapan kedua tangan. Ia tidak menyukai pamannya dan para tetua. Mereka selalu memandangi dirinya dengan sinis, seperti sesuatu yang menjijikkan.

Jangan sampai ketahuan ia berada di ruangan yang sama dengan mereka saat ini...

“Tidak pantas, bukan?”

Bola mata si anak melebar.

“Anak pungut itu.”

“Kenapa Baginda mengambil anak itu? Saya tidak paham.”

Decakan. Mingyu mengerti. Mereka sedang membicarakan dirinya.

“Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.”

Itu suara pamannya.

“Apa maksud Anda, Tuan?”

“Ah, Anda sekalian pasti masih ingat kelakuan Baginda sebelumnya?”

Mereka saling berpandangan, enggan mengakui noda hitam dalam sejarah kerajaan mereka. Sang raja lalim yang merusak kedamaian panjang untuk memenuhi nafsu binatang di dalam dirinya.

“Apa yang menyebabkan Anda sekalian berpikir kalau Baginda yang sekarang tidak mewarisi sifat ayahnya?”

“Jadi, anak pungut itu....”

“Saya yakin ada sebuah alasan kuat mengapa anak itu yang diambil Baginda, tiba-tiba, suatu hari tanpa angin dan tanpa hujan.”

Mingyu mendengar bunyi bisikan. Begitu banyak bunyi bisikan. Membicarakan dirinya. Membicarakan ayahnya.

“Tapi, Tuan, jikalau begitu...”

“Kasihan sekali Baginda Ratu...”

“Ah, ah. Adik sepupuku yang malang.”

Ibunya. Kini mereka menyeret ibunya ke dalam pembicaraan laknat ini.

“Meski dirinya Omega, ia dibuat buta oleh cintanya pada Baginda. Betapa malang dirinya. Betapa sedih nasibnya...”

Ibunya. Ayahnya. Kakaknya.

”...harus membesarkan anak dari gundik suaminya.”

Ia datang ke tengah mereka dan merusak segalanya.