narrative writings of thesunmetmoon

Part 17

#gyushuaabo

“Joshua.”

Nggak ada jawaban. Ibunya menunggu sampai hitungan ke-lima, sebelum dia menyerah dan menaiki tangga, melongokkan kepalanya dari pinggir pintu.

“Kamu udah siap belom, Nak?”

Joshua tetap nggak menjawab. Dengan kaus gombrong dan celana pendek, anak itu sibuk membaca buku sambil mendengarkan musik kencang-kencang.

Persetan dengan pesta dansa. Persetan dengan Vernon. Persetan dengan Alpha.

“Joshua...”

Sebuah gerakan terasa saat ibunya duduk di sisi ranjangnya. Tangannya mengelus sayang kepala anak semata wayangnya itu.

“Ayok yuk?”

“Nggak,” melengos.

“Kenapa, kok kamu nggak mau?”

“Aku nggak mau,” srakk—bunyi kertas dibalik. “Ini hari ultahku. Apa nggak boleh aku ngelakuin hal yang aku mau di hari ini aja?”

Ibunya terdiam. Joshua masa bego, toh dia nggak merasa meminta yang muluk-muluk ke ibunya. Dia cuma mau diam di kamarnya aja kok, bersantai dalam dunianya sendiri tanpa diganggu siapa-siapa di hari dimana dia resmi berumur 17. Satu tahun lagi dan dia bisa bebas. Dia bisa pergi kemanapun yang dia mau. Dia bisa...bisa pergi dari negara konyol ini dan...dan hidup seperti yang dia mau, tanpa Alpha yang mengancam kebebasannya...

Sekelebat wajah Tuan Kim muncul di benaknya mendadak, namun Joshua buru-buru menutup mata dan menggeleng, mengenyahkan bayangan tersebut.

Hormon sialan.

Joshua yakin kalo nggak gegara dirinya Omega dan Tuan Kim adalah Alpha, dia nggak akan pernah kepikiran lelaki yang lebih tua darinya itu. Alpha, Omega...kenapa sih? Kenapa dunia nggak isinya Beta semua aja, biar damai tentram, nggak ada perbedaan kasta begini? Kenapa Tuhan harus repot-repot nyiptain manusia yang udah dibagi jadi dua gender, terus dibagi lagi jadi tiga?

Buat apa?

Nyusahin. Ngerepotin. Kalo semua manusia diciptain sama, banyak masalah yang nggak perlu ada dari semula nggak akan pernah terjadi. Joshua nggak akan perlu hijrah ke negara lain cuma gegara di negara asalnya, dia dianggap hina. Joshua juga nggak perlu diliatin ke manapun dia berjalan seakan dari tiap jengkal tanah yang dia injak, bakal tumbuh bunga.

Direndahkan paling rendah atau ditinggikan paling tinggi. Which one is better?

Menurut Joshua, keduanya sama buruknya.

Dia jelas nggak suka dipandang bagai kotoran, tapi dia juga nggak bisa bilang dia menikmati pujian dan pujaan orang-orang di negara ini akan kaumnya. Mereka pikir, karena Joshua Omega, dia nggak boleh mengacak, berandal, berbuat bandel? Nggak boleh ngomong kasar atau bercinta dengan siapapun yang dia mau? Omega baik-baik semuanya harus mau dipingit sampai dipinang Alpha atau Beta baik-baik, begitu?

Makin lama si anak berpikir, makin panas hatinya. Setelah tinggal enam bulan lamanya, ternyata, keadaan Omega di sini sama buruknya dengan Omega di sana. Bedanya, di sini, sangkar para Omega adalah jeruji yang terbuat dari emas. Mereka mengekang para Omega dengan kata-kata manis, memujanya bagai titisan malaikat.

Pada akhirnya, guna Omega bagi mereka semua sama saja: rahim penghasil Alpha.

Titik.

Kemudian, entah ada setan apa yang lewat kala itu, saat ibunya menghela napas dan hendak bangkit, sudah memutuskan untuk menyerah dengan pertimbangan hari ini adalah hari istimewa baginya, Joshua malah berbalik dan segera memanggilnya.

“Mah.”

Ibunya berhenti, lalu berbalik, “Ya, Nak?”

”...Kalo aku pergi, apa Mama bakal seneng?”

“Oh, Joshua...”

“Kalo...kalo Mama segitu pinginnya ketemu, siapa tuh, ibu suri? Kalo Mama emang kepengen banget banget...”

”...Beneran? Kamu yakin mau pergi, Nak? Mama bakal seneng banget, tapi ini hari punya kamu, jadi—”

“Nggak pa-pa,” anak itu kemudian melompat dari tempat tidur. “Aku mandi dulu.”

Setelah ibunya memeluknya dan berlalu, Joshua melepas kaus gombrongnya. Di hadapan cermin seukuran badan, dia berpikir untuk memutarbalikkan negara yang super ngebosenin ini. Dia bakal datang ke pesta dansa, lengkap dengan raja, ibu suri, Tuan Kim, Yoon Jeonghan, Tuan Lee, dan entah siapa lagi. Dia. Joshua Hong.

Ya. Dia akan datang. Dan akan dia perlihatkan bahwa Omega nggak harus mengikuti ekspektasi maupun standar masyarakat dimana dirinya berpijak.