Part 2
Pintu menjeblak terbuka dan Seungcheol hampir melempar handphonenya. Berdiri di ambang pintu adalah Wonwoo, lelaki yang membuatnya sedih akhir-akhir ini. Seungcheol menatapnya bingung. Wonwoo tetiba mengencangkan rahang saat matanya melirik ke bagian komputer dan kursi gaming yang tinggal satu.
”...Mana komputer gue?” tanyanya, curiga.
“Itu komputer lo kok, nggak gue apa-apain, incase lo mau ambil dan taro di kamar lo,” berlagak masa bego, Seungcheol kembali menekuni handphonenya.
Wonwoo menatapnya penuh selidik, lalu melangkah mendekati komputer tersebut. “Terus punya lo...kemana?” tanyanya lagi.
“Oh,” Seungcheol menekan tombol di keypad untuk menghancurkan markas musuh dalam game yang dia tengah mainkan. “Bokap gue bawa pulang pas dia nengok gue minggu lalu.”
Psyuuu—
“Gue suruh buang tapi katanya sayang.”
Duarr duarr duarr—
“Anjing, mati!”
Mendadak, tangan menyambar handphonenya dan melempar benda itu ke ujung kasur. Dia terpaksa mendongak dan menemukan pandangannya penuh oleh wajah kesal Wonwoo. Alisnya menukik dan matanya yang tajam seakan menyudutkannya. Seungcheol pun menciut di dalam, meski di luar, dia memasang tampang tak paham. Bulu matanya mengerjap beberapa kali.
”...Kenapa?”
Seungcheol menelengkan kepala.
“Kenapa lo buang komputer lo?”
“Uh...karena gue nggak pake lagi?”
Wonwoo menyipitkan mata. Sama sekali tidak percaya akan pernyataan itu. Dia pun mundur dan duduk bersila di atas kasur Seungcheol dengan lengan melipat di dada. Dalam balutan kaus tanpa lengan, otot Wonwoo nampak mengintimidasi. Diam-diam, Seungcheol meneguk ludah.
Mereka diam di sana. Keduanya terlalu mengenal satu sama lain untuk paham apa arti kesunyian tersebut. Mungkin, ada beberapa hal yang tidak berubah dari Wonwoo sama sekali.
”...Soalnya,” Seungcheol memalingkan muka saat dia berbisik, enggan memandang balik Wonwoo. “Maen game sendirian nggak asik.”
Seketika itu juga, Wonwoo paham.
“Oh...,” kini, rasa bersalah merasuk. “Gue...gue enggak maksud...soalnya, mm, gue sibuk...”
“Dih, paan sih, gue nggak nyalahin lo kok, njrit,” Seungcheol tertawa, menonjok ringan bahu Wonwoo. Wonwoo yang dulu akan merintih kesakitan. Wonwoo yang sekarang bergeming, serasa digigit semut saja. “Udah bosen aja sih nge-game gitu. Gue mau cari hobi laen kali lah. Kayak Hani sama Seok kan miara batu, ya kali gue bisa lah miara batu juga.” Haha, kayak ada yang bisa gantiin Kkuma saja. “Santuy aja sih. Gue doang kok yang ngerasa bosen, nggak ada maksud laen. Lagian gue masih ngegame tapi di hape. Mayan lah, kalo maen game di hape lebih praktis juga “
Seungcheol tertawa. Tertawa dan tertawa. Dia tidak mau Wonwoo memikirkan yang tidak perlu, apalagi di tengah skedulnya yang padat begitu. Wonwoo tidak perlu tahu.
”...Bener?”
Seungcheol tersenyum, melebarkan mata dan mengangguk.
“Beneran?”
Mengangguk berkali-kali.
”...Oke. Gue bawa deh komputer gue, biar kamar ini legaan.”
Seungcheol hanya tersenyum. Lenyap sudah, semua jejak Wonwoo di kamarnya.