narrative writings of thesunmetmoon

Part 3

#gyushuaabo

Pianis yang dipanggil untuk menghibur para undangan di pesta Tuan Lee amat pandai memainkan instrumennya. Dentingan piano memenuhi ruang-ruang kosong yang tercipta, begitu juga dengan gesekan senar biola, mengalun indah menemani riuh-rendah obrolan para warga kota petang itu. Meski diakunya sebagai pesta sederhana, tokoh-tokoh masyarakat penting berdatangan ke kediaman megah Tuan Lee dalam balutan jas dan topi tinggi. Berpegangan di lengan mereka adalah para wanita dalam gaun-gaun sutra terbaik. Suasana di pesta itu sangat ceria dan bersahabat, sebagaimana sifat sang tuan rumah sehari-hari.

Kim Mingyu tengah beramah-tamah dengan pemilik rangkaian hotel terkemuka di negara itu ketika Yoon Jeonghan menemukannya. Sang Alpha tua sedang mengagungkan putri sulungnya yang Beta padanya, terang-terangan berniat untuk menjodohkan Tuan Kim dengan putrinya itu, tidak awas bagaimana Tuan Kim bergerak agak gelisah, hingga Tuan Yoon menyelamatkannya dengan sebuah tepukan di pundak. Tuan Kim melonjak terkejut, terutama karena aroma pir dan Freesia yang mendadak memasuki indra penciumannya. Saat ia menoleh, Omega berambut cokelat terang itu meringis lebar.  Sang pemilik hotel buru-buru menunduk, lalu undur diri, membiarkan kedua orang itu berbicara. Adalah suatu tata krama untuk tidak mengusik pembicaraan Omega dengan pihak yang dikehendakinya.

“Maaf,” Tuan Kim mengangkat topi dan menunduk. “Saya tidak melihat Anda tadi, Tuan Yoon.”

Yoon Jeonghan tergelak. “Ah, Kim, kita sahabat! Kenapa begitu formal?” matanya bersinar indah, sifatnya yang santai dan usil terpateri dengan jelas pada senyumannya. Para undangan yang lain turut tersenyum. Ketika seorang Omega bahagia, cahayanya akan menghangatkan ruangan di mana dirinya berada. Dan Yoon Jeonghan tengah amat berbahagia.

Tuan Kim pun tidak luput dari hasrat untuk ikut tersenyum bersamanya. “Mana bisa saya tidak sopan pada calon ibu para pangeran dan putri penerus kerajaan ini?” komentarnya lembut, membuat pipi sang Omega merona manis. “Selamat, Tuan Yoon. Saya doakan Anda dan Tuan Raja selalu berbahagia.” Tuan Kim mengambil tangan Tuan Yoon untuk dikecup sopan pada bagian punggungnya, sebuah privilese sahabat baik, bagi sang Omega maupun sang raja, Alphanya. Andaikata Tuan Kim bukanlah sahabat kedua insan, ia pasti sudah diseret oleh para pengawal dan dilempar ke Menara, karena menyentuh kulit Omega yang sudah terikat adalah tabu.

Semua orang tahu Tuan Kim bersahabat dengan dua orang paling penting di negara itu, namun tak ada yang tahu bagaimana ia bisa mengenal mereka. Semakin yakinlah mereka kalau teori bahwa Tuan Kim pewaris tunggal konglomerat terpandang itu benar.

“Apakah Anda datang sendirian, Tuan Yoon?”

Yoon Jeonghan mengangguk. “Tidak benar-benar sendirian, tentu,” Omega itu memutar bola mata. “Seungcheol sangat khawatiran. Kau tidak bisa melihatnya, tapi ada tiga pengawal yang mengawasiku saat ini.”

“Oh,” itu membuat Kim Mingyu tersadar. “Apakah saya dalam masalah karena mengecup tangan Anda?”

Sang Omega mendengus geli, lalu tergelak riang, meski tawa itu hilang secepat datangnya oleh tangkupan tangan. Tuan Yoon masih sering lupa status barunya sebagai Omega yang dipinang Tuan Raja, bukan semata Yoon Jeonghan yang dipinang Choi Seungcheol, dan bahwa Kim Mingyu bukanlah Kim Mingyu yang biasa tertawa bersama mereka sebelum drama kehidupan elite sosial memutuskan peran bagi masing-masing mereka. Terkadang, Yoon Jeonghan ingin kembali ke masa ketika semua orang bebas bermain tanpa peduli status maupun gender kedua. Sayangnya, semua hal yang indah antara susah dicapai, atau sudah lenyap selamanya.

“Tidak, tentu saja tidak, Kim,” dehamnya. “Lupakan itu. Aku menegurmu karena suatu hal.”

Tuan Kim mengangkat satu alisnya sebagai gestur bertanya.

“Apakah kau sudah punya pasangan dansa?”

“Belum?” nadanya balas bertanya. Matanya kemudian melebar oleh pemahaman. “Oh. Saya tidak berani, Tuan Yoon, meskipun saya mengenal Anda dan Tuan Raja, saya tidak mau selancang itu berdansa dengan Anda—”

“Bicara apa kau ini!” tidak bisa menahan, Yoon Jeonghan tertawa lagi. Omega yang bahagia menguarkan wangi feromonnya, membuat ruangan itu harum oleh perpaduan buah pir dan bunga Freesia segar. Tuan Lee menghirupnya dengan lega, begitu pula para tamu undangan lainnya. Wangi itu menyenangkan hati mereka yang menghirupnya. “Tentu saja tidak begitu! Aku hanya ingin memastikan bahwa kau tidak terikat untuk berdansa dengan seseorang!”

“Oh. Oh,” Tuan Kim merasa pipinya panas karena sudah salah paham. “Oh. Baik. Mm. Tidak. Saya tidak punya pasangan dansa.”

“Baiklah,” ia mengangguk. “Bagus.”

Bagus?

“Maaf, Tuan Yoon, apa maksud Anda...?”

“Kemarilah, ikuti aku,” sinar di mata sang Omega semakin terang. Ada sesuatu di dalam sana yang menekan bel peringatan dalam kepala Kim Mingyu. Suatu mekanisme defensif dimana Alphanya selalu awas akan keadaan sekitar. Bagaimanapun, dengan kedudukan dan kekayaannya, ia tidak bisa terlalu santai. Musuh mengintai di mana-mana. Lengah bukanlah suatu opsi. Menyadari itu, Yoon Jeonghan menambahkan. “Tenang saja. Aku hanya ingin mengenalkanmu pada teman baruku. Aku rasa kau akan menyukainya.”