narrative writings of thesunmetmoon

Part 4

#gyushuaabo

“Mari saya perkenalkan. Ini adalah Tuan Han dari—”

“Ini Nyonya Jang. Beliau pemilik—”

“Ah, saya yakin saya belum memperkenalkan Beliau pada Anda. Ini Pastor Nam—”

...

C. A. P. E. K.  B. A. N. G. E. T.

Ya Tuhaaaann, Joshua capek banget. Andai ibunya nggak berada di sisinya, menggamit lengan sang Omega (dengan sekuat tenaga), dia pasti sudah memanjat pagar pergola rumah laknat itu dan mengambil langkah seribu. Dia bahkan nggak bisa berbuat apa-apa selain tersenyum dan mengangguk bak boneka karena larangan ibunya.


(“Inget ya, kamu nggak boleh ngomong sedikit pun.”)

(“?? Kok gitu, Ma??”)

(“Soalnya kalo kamu ngomong, imej Omega manis kamu langsung buyar.”)

(“...MAKSUD MAMA APA SIH??”)

(“SSSHH! Nurut aja napa sih kamu nih???”)


Alhasil, selama satu jam, dia mau nggak mau cuma bisa mengangguk, tersenyum, menggeleng, atau memasang tampang seolah-olah topik pembicaraan mengenai perburuan rubah dan merk krim Devonshire terbaik apa untuk dioleskan di atas scone saat jamuan teh jam tiga adalah topik paling menarik di dunia.

(Joshua hampir ingin mendebat bahwa scone terbaik itu dilumuri whipped cream dan keju leleh, tapi sialnya, atau untungnya, ibunya langsung mencubit lengan Omega itu, membuat Joshua seketika bungkam.)

Satu jam...kapan kelarnya sih...?

Joshua menghirup dalam-dalam udara segar di balkon di sisi samping bangunan. Karena terletak agak di belakang ruangan utama tempat berlangsungnya pesta, balkon itu sepi akan manusia. Hanya ada dirinya dan suara gesekan sayap serangga, juga semilir angin menerpa, menerbangkan wangi bebungaan Tuberose yang mekar di malam hari. Di sisinya, segelas Champagne dingin meletupkan buih di permukaan. At least di pesta ini, dia diperbolehkan meminum alkohol walau dibatasi dua gelas (hasil kompromi dengan ibunya, tentu) untuk menjaga agar dirinya tetap waras.

Menghela napas, lagi. Karena di sana nggak ada siapapun, Joshua pun mengendurkan ikatan dasi Ascot dari lehernya. Dia sengaja memakai setelan jas yang terbilang cukup santai, karena Joshua ingin tampil sebagaimana usianya yang masih tergolong muda (dan ini bahkan sudah suuuperrrr formal untuk ukuran seorang Joshua Hong). Begitu dasi dikendurkan, di luar sepengetahuan Joshua, feromon Omeganya pun menguar bebas, terbawa angin malam yang lembut,

dan menggelitik hidung seorang Alpha yang iseng mengambil langkah ke kanan ketika melewati lorong menuju kamar mandi.

Jahe. Kayu manis. Brown sugar. Kismis.

“Wangi kue natal...”

Gingerbread cookies. Panettone. Christmas pudding.

Tersentak, Joshua menoleh ke belakang. Matanya membelalak.