narrative writings of thesunmetmoon

Part 42

#gyushuaabo

“Selamat dat—Tuan Kim!”

Sang Alpha tersenyum sopan. “Selamat siang, Tuan Seo,” sapanya kembali. Ada bekas serpihan salju di bagian bahu mantel panjangnya, namun ia tidak mengindahkan.

“Mohon tunggu sebentar, saya akan segera bersama Anda,” Tuan Seo yang ramah itu berpaling kembali pada tamunya. “Silakan, Tuan Wen, obat Anda.”

Lelaki di hadapan Tuan Seo bertubuh tinggi dan tampan sekali. Rambutnya hitam dan dipotong pendek. Ada andeng-andeng persis di atas bibirnya dan di pipi, membuatnya mudah untuk dikenali.

“Trims, Dokter,” lelaki itu tersenyum.

Tuan Seo terkikik, cara tertawa yang menjadi ciri khasnya. “Saya bukan dokter, Tuan Wen, hanya apoteker biasa,” sanggahnya.

“Begitukah?” lelaki itu lebih mendekat ke konter. “Yah, dokter atau bukan, Anda tetap manis—”

“Ahem.“

Semua mata pun beralih ke lelaki Beta berkacamata yang baru saja muncul dari ruang prakteknya.

“Mohon maaf, Tuan Wen,” ucapnya dingin. Dokter Jeon menaikkan bagian tengah gagang kacamatanya. “Tapi suami saya tidak masuk dalam resep dokter yang Anda tebus.” Ia menapak ke dalam konter dan, tanpa tedeng aling-aling, merangkul pinggang Tuan Seo.

Baik Tuan Seo maupun Tuan Kim langsung merona pipinya, kaget oleh kevulgaran Dokter Jeon yang langsung menitikkan kepemilikannya akan suaminya, seakan Alpha terhadap Omega. Tuan Kim bisa dibilang terpana, karena ia tidak menduga Dokter Jeon yang sehari-harinya sopan itu akan berlaku di luar norma seharusnya.

Untungnya, Tuan Wen tahu kapan ia harus mundur. Dengan kedua telapak tangan diperlihatkan, Beta tersebut mulai meminta maaf. “Sori, sori~” tawanya santai. “Anda serius betul, Dokter Jeon, nanti suami Anda yang manis ini takut—”

Duagh!

Baru kali ini Tuan Kim melihat sepatu bisa melayang sekencang itu dan mengenai dagu seseorang setepat itu. Beberapa detik, dan Tuan Wen sudah terkapar di lantai kayu apotek tersebut, menggerung kesakitan dengan kedua tangan menutupi wajah.

“Tuan Wen!” Tuan Seo seketika cemas. Dokter Jeon pun segera membungkuk di atas lelaki itu, memeriksa kondisinya. Tuan Kim, sebagai penonton belaka yang kurang beruntung berada di tempat yang salah di waktu yang salah, hanya bisa berdiri kaku di tempatnya, bingung akan keabsurdan hari itu yang kian menjadi.

Namun, tak ada yang lebih absurd daripada kedatangan seseorang dari ruang praktek Dokter Jeon. Langkahnya tenang, tidak tergesa-gesa. Geraknya anggun. Sesuatu di dalam lubuk Tuan Kim mengatakan kalau orang itu bukan orang biasa.

Orang itu adalah Omega, dari parasnya yang menampilkan kelembutan meski rahangnya mengencang. Rambutnya berwarna merah membara, semenyala matanya yang hitam dan berkilat. Pakaiannya, meski sederhana, namun terbuat dari bahan bermutu. Orang awam yang tidak biasa menghabiskan waktu di penjahit terbaik di negara ini seperti dirinya mungkin takkan menyadarinya.

Omega yang, bukan hanya diagungkan masyarakat sini, tetapi ia punya otoritas nyata.

“Wen Junhui,” suaranya tenang, namun menghanyutkan. Bagai air yang membelit dengan lembut, menenggelamkan secara halus. Peluh mulai menuruni sisi kening Tuan Kim. Omega itu berbeda dari Tuan Yoon dan Tuan Hong, bahkan Yang Mulia Ibu Suri. Sang Alpha bisa mencium kemarahan, yang kemudian dimaterialisasikan menjadi letupan-letupan kecil feromon. Tetap terkekang, ditahan, tapi manisnya menyesakkan, bagai air gula yang direbus sampai hampir gosong. “Apa yang kamu lakukan di luar sini?”

Senyuman Omega itu mengandung arsenik terbaik.

“Sayang?“

Tuan Jeon menghimpit tubuhnya ke tubuh Tuan Seo, berusaha melindungi suaminya. Omega itu berjalan ringan tanpa suara, mendekati Beta di lantai yang mulai mencoba berdiri. Tuan Kim mengerjapkan mata. Ia Alpha, tapi rasanya berada di bawah incaran ular kobra.

“Tidak mungkin...,” gumam Tuan Kim. Persis saat itu, ia dan sang Omega saling bertatapan. “...Tuan Kwon??“