narrative writings of thesunmetmoon

Part 43

#gyushuaabo

“Tuan Kwon??”

Rasanya tidak percaya. Bagaimana bisa...?

“Tuan Kwon...,” Tuan Kim bergerak maju perlahan-lahan. “Apakah tidak apa-apa? Maksud saya, jika Yang Mulia mengetahui Anda ada di sini—”

“Kamu,” picingan mata menghentikan langkah sang Alpha. “Siapa? Apa aku mengenalmu?”

Barulah saat itu, Tuan Kim menarik napas mendadak. Ia baru sadar bahwa ia telah berbuat ceroboh. Kepalanya pun segera menoleh ke orang-orang yang ada di sana selain Tuan Kwon: Dokter Jeon, Tuan Seo, juga tamu malang yang, sepertinya, mengenal Tuan Kwon.

Kebingungan harus menjawab apa, Tuan Kim pun kembali menatap wajah Tuan Kwon.

“S-s-saya...”

Omega itu memperhatikan dengan seksama sedari tadi dalam diamnya. Ia masih mengernyit, tidak menyukai fakta bahwa ada seseorang di negara ini yang mengenalnya. Namun, setelah lama memperhatikan, sebuah pemahaman muncul ketika Tuan Kim, tanpa disadarinya, melepas sedikit—sangat sedikit—feromonnya, didorong oleh situasi kikuk mereka saat ini.

Ujung hidung sang Omega bergerak, lalu ia segera menutupnya.

“Bau...,” punggung tangan Tuan Kwon mengusrek hidung, mencoba mengenyahkan bau feromon Alpha yang masuk ke syarafnya barusan. “Kamu... Aku pernah ketemu kamu...”

Tuan Kim spontan ketakutan. Ia tidak bisa membiarkan identitas dirinya bocor di sini! Tidak di depan para penduduk kota!

“Kalau nggak salah, pas kunjungan ke istanaku...”

Habis sudah.

“T-Tuan Kwon, tolong—”

“Anda kenal Tuan Kim, Tuan Kwon?” itu Dokter Jeon, memotong pembicaraan.

“Ah, sepertinya?” Tuan Kwon mengelus dagunya. “Aku ingat dia beda dari utusan negara yang datang sebelum-sebelumnya. Kulitnya seperti terbakar matahari. Kukira dia budak, awalnya.”

Begitu enteng. Begitu tanpa beban. Sang Omega kemudian tersenyum misterius.

“Hampir aku minta Ayah untuk membelinya untukku karena dia begitu tampan...”

Bulu kuduk Tuan Kim berdiri. Benar. Omega itu adalah orang yang seperti itu. Omega dengan kedudukan tertinggi di negara dimana para Alpha memerintah dengan lalim dan Omega dibesarkan untuk menghasilkan bayi-bayi Alpha semata.

Kwon Soonyoung.

“Utusan negara...?” Tuan Seo memandangi suaminya dan Tuan Kim bolak-balik, susah mencerna apa yang sedang terjadi. “Tapi, utusan negara hanya berasal dari keluarga raja...”

Dokter Jeon tidak berkata apapun.

“Myungho—”

Ia melirik ke arah Tuan Kim, yang hanya bisa mengangguk pasrah, dan ke Tuan Kwon, yang tidak peduli dan hanya diam sambil memejamkan mata dan melipat lengan di dada.

“—aku ingin kau menyimpan rahasia ini. Berjanjilah dulu padaku.”

Meski masih tak paham, Tuan Seo mengangguk berkali-kali.

Dokter Jeon menghela napas lelah. Walau usianya baru 33, namun sepertinya ia sudah hidup terlalu lama di dunia yang penuh dengan drama ini.

“Myungho, Tuan Kim adalah adik dari raja kita.”

Bagai tersambar petir di siang bolong.

“Tuan Raja tidak memiliki saudara kandung, namun Tuan Kim diangkat anak oleh Mendiang Tuan Raja, maka dia adalah adik Tuan Raja.”

“Oh...,” rasanya begitu aneh. Tuan Seo tidak tahu apakah ia harus berlutut minta maaf karena sudah lancang memperlakukan keluarga raja seperti jelata, atau menepuk pundak Tuan Kim dengan takjub. Sungguh, jika hanya melihat Tuan Kim tanpa mengetahui siapa dirinya, Alpha itu seperti Alpha lainnya, yang bisa ia temui satu di antara ratusan Beta yang memenuhi jalanan di depan apotek mereka. Alpha yang begitu biasa sampai-sampai rasanya Tuan Seo dibohongi oleh suaminya sendiri. Namun, tatapan suaminya terlalu serius untuk seseorang yang sedang berkelakar.

”...Maafkan saya sudah menutup mulut soal ini,” Tuan Kim kemudian menunduk meminta maaf. “Tapi saya mohon agar kabar ini berhenti di sini saja, tersegel dalam ruangan ini.”

Tuan Seo mengelus pipinya sendiri, masih bingung akan informasi barusan.

“Tuan Kim,” Dokter Jeon menggiring mereka kembali ke topik awal. “Jika Anda mendatangi Tuan Kwon sebagai utusan negara, berarti Tuan Kwon...”

Tuan Kim mengangguk.

“Tuan Kwon Soonyoung,” ucap Tuan Kim. “Satu-satunya pangeran Omega di negara paling kuat di dunia.”

Negara asal Tuan Hong, batinnya menambahkan.

”...Tapi,” sang Alpha kemudian menoleh ke orang terakhir yang belum ia ketahui profilnya. Pada lelaki Beta yang tampan, tinggi, dan kini bersandar santai di konter, seolah-olah disambit sepatu adalah hal biasa baginya. Tuan Kim mengernyitkan alis. “Anda siapa?”