Part 44
“Yo~” cengirnya merekah. Lalu, kedipan sebelah mata. “Kenalin, Wen Junhui. Bukan siapa-siapa, so don't bother. Cuma lagi perlu beli obat terus ngeliat Beta cantik ini jaga toko~“
Bila jarak mereka dekat, mungkin Tuan Wen sudah mengecup punggung tangan Tuan Seo. Untungnya (atau sialnya), puntiran telinga lah yang datang kemudian.
“ADEDEDEDEDEH—”
“Tolong dimaafin,” ucap Tuan Kwon pada Tuan Seo, sebelum melanjutkan dengan senyuman dingin. “Aku akan melatihnya lebih baik lagi supaya nggak terulang hal yang sama, Dokter.”
“Aku bukan anjing!” protes Tuan Wen.
“Wag your tail like that again, I'll spay you.”
Mata gelap itu berkilat mengancam. Semua bungkam mendadak. Sambil menggerutu, Tuan Wen membuang muka, balik bersandar ke konter. Tuan Kwon menghela napas.
“Apa obatnya sudah semua?”
“Oh, saya sudah berikan pada Tuan Wen,” jawab Tuan Seo.
“OK. Good,” lalu, Omega itu menelengkan kepala. “Kim Mingyu. Benar, bukan? Kim Mingyu si anak pungut.”
Ada sesuatu seperti jarum menusuk jantungnya, membuat dadanya sedikit sakit. Sudah lama tidak ada yang menyebutnya seperti itu. Ia mengulang-ulang di dalam kepala bahwa ia tidak boleh membiarkan emosinya mengambil alih, bahwa bila ia menyakiti orang di hadapannya itu, ia bisa memulai perang dunia lagi.
“Kebetulan. Bawa aku dan Jun ke istana, Kim Mingyu.”
“Istana?” tanyanya.
Kali ini, entah bagaimana, senyuman Tuan Kwon berubah. Lebih hangat, lebih...manusiawi.
“Ada yang perlu aku beritahu ke Kak Cheol.”