Part 47
“Selamat malam,” Tuan Kim berdiri di ambang pintu dengan topi ditekan ke dadanya. Senyumnya merekah pada paras lembutnya. “Apakah saya boleh masuk?”
Joshua Hong, yang membuka pintu, pun dilanda dilema batin. Memang sih, malam baru aja turun, bahkan belum terlalu larut buat mulai menyiapkan makan malam, tetapi masalahnya, ibunya belum pulang dari jalan-jalan ke pusat kota (belanja, kalo nggak salah, sama temennya). Di rumah lagi sepi nggak ada orang.
”...umm, bukannya nggak boleh,” bibir Joshua akhirnya bisa bergerak. Kelewat lama menatap mata Tuan Kim, dia bisa terseret keinginan primalnya untuk mengendus lagi leher Tuan Kim seperti dua minggu lalu, kemudian menyesali diri setelahnya. “Tapi rumah lagi kosong. Mama belum pulang...”
“Oh,” Tuan Kim langsung maklum. “Baik. Maafkan saya. Eh, jika Anda berkenan...” Sang Alpha kemudian mengulurkan buket bunga kecil: setangkai mawar putih dengan baby's breath dan eucalyptus, dibungkus dengan kertas cokelat dan pita. Sederhana, tapi cantik.
”...Buatku?”
Tuan Kim langsung memerah pipinya. “U-untuk Anda,” tegas sang Alpha. “Saya...tadi lewat toko bunga dan jarang ada mawar di musim ini. Saya pikir, emm, cocok dengan Anda...”
“Oh...”
Joshua pun mengambil buket itu. Jari mereka bersentuhan, membuat jantung anak itu berdebar. Bunga mawar putih. Simbol kenaifan..., batin Joshua, sambil menghirup harum lembut bunga yang lemah di musim dingin itu.
....'Naif' nggak pernah cocok berada di satu kalimat dengan 'Joshua Hong'.
Andai Tuan Kim tau Omega seperti apa dirinya itu...
“Kalau begitu, saya permisi dulu.”
“Eh?” ucapan itu menyadarkan Joshua dari lamunannya.
“Saya hanya ingin melihat wajah Anda hari ini,” ucapnya lembut.
“Tapi...”
Ah, kenapa rumahnya harus kosong sih??
“Oh.”
! Puji Tuhan!
“Tuan Kim?”
“Nyonya Hong, selamat malam,” sapa sang Alpha dengan sopan. “Saya baru saja hendak pulang.”
“Apakah...Anda bertamu tadi?” raut muka ibunya agak kaku sedikit, mengira sang Alpha dan Omega berdua saja di rumah tanpa kehadiran orang lain.
Untungnya, Tuan Kim menangkap arti paras itu dengan cepat. “Oh, tidak, tidak! Saya baru datang, tapi karena tidak ada orang, jadi saya hendak pulang lagi!” agak kelabakan, membuat Joshua tersenyum simpul melihatnya. “Saya-saya tidak akan berani-”
“Begitukah? Baik, saya percaya pada Anda, Tuan Kim,” senyuman ibunya membuat Tuan Kim gemetar sedikit. “Karena saya sudah pulang, mari masuk. Hangatkan diri Anda di perapian dulu. Saya akan menyiapkan makan malam.”
“Oh, tolong jangan repot-repot. Saya ke sini tidak bermaksud menyita waktu Anda. Lagipula, saya sudah hendak pulang—”
Gamitan pada ujung lengan mantelnya. Tuan Kim menoleh dan melihat seorang Omega, dengan pipi merona manis serta pandangan yang dialihkan darinya, menarik pakaiannya. Joshua nggak berbicara apa-apa.
Saat dia dengan ragu melihat balik ke wajah Tuan Kim, Alpha itu sudah merah padam.
“Eh, eh—s-saya—”
“Sepertinya putra saya juga ingin Anda masuk dulu,” tawa ibunya. “Mari, Tuan Kim. Di luar sangat dingin.”
Terseret arus ibu dan anak itu, Tuan Kim manalah bisa menolak, “Kalau begitu, permisi...”
Lalu, pintu ditutup.