Part 5
(Shall I compare thee to a summer's day?)
(Thou art more lovely and more temperate.)
Saat sosok itu berbalik, seketika itu juga Kim Mingyu memahami apa yang para penyair maksud dengan surga di permukaan dunia. Ia kerap menemukan dirinya menerawangi langit melalui jendela, mencoba memutar kembali adegan yang ia baca di buku pada pangkuannya. Dengan mata terpejam, Alpha itu membayangkan bagaimana rasanya menemukan Omega yang menjadi takdirnya, persis seperti si tokoh utama. Lalu, Kim Mingyu akan tersenyum tanpa sadar, karena apa yang dibayangkannya tidak kalah romantis dari cerita di dalam buku.
Ia terlahir murni dari cinta kedua orangtuanya, maka ia pun ingin menemukan cintanya sendiri tanpa terikat kewajiban serta kedudukan di kedua tangannya.
Harum kue Natal, perlahan tapi pasti, lenyap. Saat ia sadar, pemuda itu telah menyembunyikan feromonnya. Kernyitan kening menandakan rasa curiga yang hebat, bila bukan ketakutan, membuat sang Alpha tersentak ketika menyadari makna di balik tatapan tersebut: Omega itu menaruh curiga padanya.
Tuan Kim mengangkat tangan dan mengibaskannya, ingin memastikan Omega itu bahwa ia tidak memiliki niat buruk, namun, ah, ia tidak bisa, bukan? Karena ia tidak boleh berbicara pada pemuda itu sebelum mereka diperkenalkan oleh Tuan Lee.
Oh sial, sungguh sial...
Terus terang, tidak ada yang bisa ia lakukan selain meraup sosok di hadapannya itu dengan kedua bijih matanya, mencermati baik-baik hingga terpateri permanen dalam benak. Mata yang menukik di ujung dengan lipatan di bawahnya. Hidung mancung dengan bulatan kecil. Bibirnya, merekah merah dan kelihatan lembut sekali. Wajahnya yang mungil juga tulang pipi yang tinggi, kontras terhadap bahunya yang lebar dan lengan atas yang, meski tidak terlalu berotot, cukup berisi. Ujung lidahnya perlahan menyapu bibir bawahnya yang mendadak kering, membawa arah pandang Tuan Kim bersamanya.
Terakhir, pada leher jenjangnya yang putih bersih tanpa bekas gigitan Alpha di sana.
Setelah ia yakin bahwa dirinya tidak akan pernah melupakan sosok Omega itu setiap ia memejamkan mata, Kim Mingyu kemudian mengangkat topinya dan membungkuk dengan sopan. Ia pun berlalu sebagaimana ia pertama datang: bagai semilir angin di malam musim panas yang lembab.
(Rough winds do shake the darling buds of May,)
(and summer's lease hath all too short a date.)
(But thy eternal summer shall not fade.)
*) Shakespeare sonnet 18