narrative writings of thesunmetmoon

Part 5: 친구들

#jihanmodernroyalty

Karena Seokmin yang tetiba pingsan dan sampe detik ini belum juga nampak tanda-tanda anak itu bakalan bangun, yang mulia permaisuri pun menawarkan mereka untuk menginap di istana. Mereka jelas ngerasa sungkan, tapi terlalu takut buat nolak. Jeonghan sih bilang ke Seungcheol kalo dia sama Mingyu bisa pulang kalo mau, biar dia sendiri aja yang jagain Seokmin, tapi kedua temannya itu langsung protes, enggan ninggalin mereka berdua sendirian. Akhirnya, setelah menelpon ke orangtua masing-masing untuk memberi kabar, mereka berbagi salah satu ruang tidur yang dikhususkan bagi tamu kerajaan, terletak di sayap yang berseberangan dari sayap ruangan pribadi keluarga raja.

Meski membaginya berempat, ruangan itu sendiri sangat luas. Nggak begitu mewah, tapi tiap barang di sana dibuat dengan bahan kualitas tertinggi. Jeonghan jujur nggak pernah ngerasain seprai kasur senyaman ini. Selimutnya tebal nan hangat dan karpet yang dia injak begitu halus di telapak kakinya. Ada dua tempat tidur besar di sana dan Seokmin tengah berbaring di salah satunya.

“Lo sama Gyu, gue sama Seok,” tunjuk Jeonghan ke arah Seungcheol. “Tapi jangan aneh-aneh ya. Gue ogah bangun-bangun liat lu bedua ngewe.”

Wajah Mingyu memerah, hampir kesedak liurnya sendiri, tapi Seungcheol cuma memandangi Jeonghan, unamused. “Gue nggak gila njir. Yakali gue mau bagi-bagi ke elo muka seksi cowok gue pas lagi ngewe,” selorohnya santai, yang membuatnya digebuk Mingyu persis di sisi bahu.

Setelah mandi, mereka duduk di atas kasur sambil makan. Sepuluh menit lalu, seorang pelayan mengetuk pintu kamar mereka, memberitahu bahwa Pangeran Jisoo telah meminta agar makan malam mereka dihidangkan di kamar saja. 'Mereka pasti cemas dan mau jaga teman mereka,' alasan yang dilontarkan olehnya. Diam-diam, Jeonghan berterima kasih pada sang pangeran karena sudah menyelamatkan mereka dari kecanggungan makan malam bersama anggota keluarga kerajaan di area makan utama.

“Beneran?? Lo jadi terima itu hasil lotere??” Mingyu melongo, kaget bukan kepalang. Daging tenderloin di piringnya udah mau tandas aja. Mingyu bahkan mempertimbangkan buat memanggil lagi pelayan, mau minta tambah. “Kok mendadak, Bang?”

Jeonghan ngangguk sambil nyeruput tehnya. Rasa yang sama dengan yang Pangeran Jisoo buatkan untuknya siang tadi. “Gue diancem. Mau gimana lagi? Nggak bisa nolak juga,” akunya. Dirobeknya dinner roll di tangan untuk menciduk saus steak dari piring.

Ngancem?” alis Seungcheol berkerut. “Kok bisa?”

“Bukan ngancem juga sih...yah, ada kesan gitu, secara nggak langsung,” digigitnya roti tersebut. “Pas gue bilang gue ga mau jadi suami dia, dia nanya gue punya adek ato engga.”

Jeonghan diem sebentar sebelum melanjutkan.

“Pertanyaan goblok. Gue yakin dia udah tau dari awal kalo gue punya adek cewek,” sepatnya emosional. “Dia pasti sengaja bilang gitu biar gue tau sampe batas mana power gue. Biasa lah. Rakyat mah ketindas terus aja.”

“Nggak bener dong tuh anak,” kerutan alis Seungcheol semakin dalam. “Kesian Seok, kalo tau idolanya ternyata sifatnya kek gitu...”

“Tapi kok aneh ya...,” Mingyu menimpali. “Gue kok taunya dia bukan orang kayak gitu. Soalnya, selama ini, dia kayak baek-baek aja gitu citranya. Seok juga...kayaknya nggak akan naksir sama cowok brengsek...”

“Hati orang mah mana kita tau, Gyu,” Seungcheol menyela.

“Iya sih...”

“Tapi,” Jeonghan menelan sisa roti di tangannya. “Gue sama dia nggak akan nikah selamanya kok. Dia cuma perlu nikahin gue biar dia bisa naek takhta. Apalah dia bilang nggak mau jadi raja kalo nggak ada partnernya yang cocok bla bla. Dan, menurut dia, gue lah partner itu.”

“Hoo...”

“Jadi, gue sama dia bakalan nikah. Setaun doang. Gue dikasih akses dan privilese yang sama ama anggota keluarga kerajaan. Gue bisa minta rumah buat ortu gue. Mobil, maybe. Gue bahkan bisa minta koneksi buat kerjaan gue nanti. Intinya, dengan gue pura-pura nikah sama dia setaun doang, masa depan gue kebuka lebar tanpa perlu mikirin duit buat semua itu.”

“Whoa...”

“So, that's why lo terima?” tanya Seungcheol.

Jeonghan, mendengar itu, pun meringis. “Cuma orang tolol yang bakal nolak, Cheol,” selorohnya. “And I'm far from it.”

Kenyang, Jeonghan mendorong piring makannya, membiarkan Mingyu mengumpulkan piring-piring menjadi satu untuk ditaruhnya balik ke troli saji sebelum memanggil pelayan.

“Gue bisa nyelamatin Soobin dari kawin paksa. Bisa dapet kerjaan yang gue mau. Bisa bantuin lo-lo juga kalo misalnya perlu rekomendasi.”

Seungcheol diem aja sambil dengerin Jeonghan berceloteh.

“And with that kind of face beside me in bed for a year? I won't mind at all.”

Jeonghan plotting

Lalu, Seungcheol mendengus. Mereka berdua tertawa. “Yah, serah lo deh. Tapi, kalo ada apa-apa, cerita ya, Han. Ke gue, ke Gyu. Ke siapa aja. Kita semua ada di sini buat lo.”

Tersenyum, Jeonghan mempertemukan kepalannya ke kepalan Seungcheol yang tengah terulur.

“Thanks, man. Appreciate it.”