narrative writings of thesunmetmoon

Part 54

#gyushuaabo

Angin yang berhembus hari itu begitu menyegarkan. Setelah titik salju terakhir mencair dan bersatu dengan air yang mengalir, kelopak bunga pun mengembang. Dedaunan baru kembali tumbuh, menggantikan yang telah layu. Para kumbang dan lebah melompat dari satu bunga ke bunga lain. Sebuah musim dimana dunia sibuk untuk menjadi lebih indah daripada sebelumnya.

Kim Mingyu melangkah keluar dari toko kelontong ditemani bunyi bel di atas pintu. Di pelukannya, sebuah kantung kertas berwarna cokelat terhimpit di dada. Alpha yang bertubuh tinggi itu menanggalkan mantel musim dinginnya yang tebal dan menggantinya dengan jas musim semi. Kemeja putihnya rapi tanpa noda. Topi tingginya dari satin terbaik.

Dari segala sisi, Tuan Kim adalah Alpha dari kalangan terpelajar, selalu sopan dan ramah, namun sampai detik ini, tetangganya masih sering menebak-nebak berasal dari mana kah Tuan Kim? Meski ia kaya raya, apakah pekerjaannya?

Tidak ada yang menemukan jawaban. Yang mereka ketahui hanyalah, sekarang, ada Omega cantik yang akhirnya menarik perhatian Alpha ramah kesayangan mereka itu dan mereka mendoakan yang terbaik bagi kedua pasangan.

Alpha itu berjalan santai, menikmati lembutnya sinar mentari musim semi dan semilir angin meniup helai-helai rambutnya. Berbagai bau merasuk bersamaan dengan hembusan angin: harum roti yang tengah dibakar di toko roti, wangi keju leleh di toko produk susu, juga lezatnya daging babi panggang dengan banyak lemak yang menetes di pembakaran. Perut Alpha itu mulai keroncongan. Ia mempercepat langkahnya, ingin segera sampai dan mulai menyiapkan makan siang, ketika...

Endus.

...sebuah bau khas yang familier muncul.

Tentu saja, bagai kerbau dicucuk hidungnya, Alpha itu mengikuti harum tersebut. Sudah terekam dalam memori sel-selnya sejak pertama ia menghirupnya, bahwa ia akan mendekat bagai magnet, mencarinya, menemukannya.

“Tuan Hong.”

Sosok yang sedang menemani ibunya berbelanja itu menoleh, lalu tersenyum begitu ceria, begitu manis, membuat Tuan Kim jatuh hati sekali lagi.

“Aku nggak mau jawab karena kamu manggil aku begitu.”

Berkebalikan dari parasnya, Omega itu mengeluarkan ucapan yang menusuk. Tuan Kim langsung kelimpungan.

“T-tapi saya—ini kan di ruang publik, Tuan Hong—”

“Joshua.”

“—Saya tidak bisa tidak sopan terhadap Anda—”

Jo-shu-a.”

Kepala batu, Omeganya itu.

Menahan segala malu, meski pipinya yang memerah adalah buku yang terbuka, Tuan Kim membekap bagian bawah wajahnya dengan tangan, membuang muka dan berbisik, “...shua...”

“Apa?” Omeganya meringis jahil. “Nggak kedengaran~” Sengaja dirinya mendekat, meniadakan jarak sopan di antara mereka. Nyonya Hong, yang telah selesai berbelanja, menyaksikan kedua insan itu dan tertawa perlahan.

Saat Tuan Kim mendadak balik menatap Tuan Hong, Omega itu merasa jantungnya melompat sesaat.

“Joshua...”

Menyerah, ia, kalah seperti biasa. Ah, Alpha yang hatinya terlalu lemah bila Omega terkasihnya sudah meminta. Bahaya sekali. Namun, Tuan Hong tersenyum makin hangat, makin manis...begitu indah di mata Tuan Kim...dan, dengan suara lembutnya, Omega itu menjawab,

”...Iya, Mingyu?”

Tuan Kim hampir meledak di tempat dan melayang ke surga.