narrative writings of thesunmetmoon

Part 55

#gyushuaabo

Nyonya Hong berpisah dengan mereka karena ia bertemu temannya di jalan dan diajak melihat-lihat pakaian musim semi. Tuan Hong, yang enggan dan mulai lapar, dengan sopan menolak untuk ikut.

“Aku mau jalan-jalan sama Mingyu,” aku anak itu dengan enteng, membuat Tuan Kim hampir meledak lagi, sementara teman Nyonya Hong memekik, kaget dalam makna positif. Tentu saja semua orang telah mendengar rumor antara Tuan Hong dan Tuan Kim, namun menyaksikannya persis di depan mata adalah hal yang berbeda. Apalagi, Tuan Hong memanggil nama Tuan Kim, sebuah simbol kedekatan yang nyata.

“Baiklah,” Nyonya Hong menghela napas. “Jangan pulang malam-malam.”

“Oke~“

“Tuan Kim.”

“Y-ya, saya?!”

“Apapun yang putra saya katakan atau lakukan, saya harap Anda paham status kalian yang masih melajang,” kemudian, Nyonya Hong maju untuk berbisik diam-diam. “Jangan sampai kalian berduaan. Saya pegang janji Anda, Tuan Kim. Tolong tahan diri Anda dan jangan terjebak oleh kemanjaan putra saya.”

Bulu kuduk di tengkuk sang Alpha berdiri. Benar-benar keluarga yang hebat..., batin Tuan Kim dalam hati.

Maka, rencana Tuan Kim gagal sudah. Berjalan bersisian bersama Tuan Hong, ia tidak mungkin kembali ke rumahnya dan memasak makan siang, karena itu artinya mereka hanya akan berduaan saja (terlepas rumah itu ramai oleh para pelayan dan tukang kebun). Tapi, akan sangat disayangkan bahan masakan yang ia beli tadi—

Oh.

Jika tidak salah, kalau berbelok di perempatan depan dan masuk ke jalan di kanan...

“Mau ke mana kita?”

“Ah, apakah Anda lapar, Joshua?” tanyanya.

Omega itu langsung mengangguk.

“Saya juga,” akunya. “Dekat sini, ada kedai kenalan saya. Saya akan meminjam dapurnya dan memasak makan siang untuk kita berdua.”

Tuan Hong menatapnya bingung, “Kenapa nggak sekalian beli aja? Aku bawa uang.”

“Ah...tapi, saya sudah membeli bahannya...,” Tuan Kim agak kecewa. “Mm...apa...Anda tidak mau makan masakan buatan saya?”

Buru-buru Tuan Hong menggeleng, lalu mengangguk. “Mau!” serunya. “Aku mau! Aku cuma nggak mau kamu repot...”

“Tentu saja saya tidak merasa begitu!” mendengar jawaban Tuan Hong, Tuan Kim kembali ceria. “Adalah impian saya memasak untuk Omega saya.”

Untuk Omega saya.

Tuan Hong spontan merona, yang kemudian membuat Tuan Kim ikut malu-malu ketika menyadari ia sudah keceplosan. Setelah mereka menenangkan diri, mereka pun menuju kedai yang dimaksud.

“Permisi, Nyonya Ahn—”

“Oho, Kim Mingyu~“

“Uh—”

“Apa kabarmu, Sepupu? Dan, ah,” Tuan Lee mendekat dan meraih tangan Tuan Hong, mengecup punggung tangannya kemudian. “Kau tampak cantik seperti biasa, Tuan Hong “

Omega itu segera menarik tangannya dan memeperkannya ke sisi baju, sedangkan Tuan Kim menarik paksa kerah belakang baju Tuan Lee, menjauhkannya dari Tuan Hong.

“Tuan Lee, saya kira ucapan saya di pesta dansa kemarin sudah jelas...” 💢

“Iya, iya~ soal Tuan Hong adalah Omegamu~” Tuan Lee pun mencibir. “Dan sekarang kau memparadekannya kemana-mana. Ha!

Kwannie!”

Suara gerungan (atau gerutuan) terdengar kemudian. “Ya, Tuan?” lelah sekali rasanya menjadi pengawal Alpha itu.

“Kita jangan mau kalah!” Tuan Lee merangkul pinggang sang ksatria Beta tersebut, lalu mengangkatnya ke dalam gendongan ala pengantin. “Ke altar pernikahan sebelum mereka duluan! Sekarang!”

.......................

”....”

”....”

”....”

Duagh.

Satu tendangan lutut tepat mengenai sisi kepala Tuan Lee dan Alpha itu sudah meringkuk di lantai. Boo Seungkwan menunduk hormat pada Tuan Kim dan Tuan Hong.

“Mohon maafkan Tuan saya...,” ia sudah begitu terlatih untuk tidak memanggil Tuan Lee dengan 'Yang Mulia' di luar kompleks istana. “Saya pastikan Tuan saya tidak akan melakukan hal bodoh seperti itu lagi.”

“Kenapa sih kau selalu menolak cintaku! Kwannie jelek!” 😭

Tuan Hong makin kebingungan. Melihat paras Omeganya, Tuan Kim pun berinisiatif menjelaskan. “Anda bertemu dengannya di pesta dansa...apakah Anda ingat?” tanya sang Alpha.

Tuan Hong lalu menggeleng. “Aku cuma inget pas Mama pergi nemuin Baginda Ibu Suri, terus aku minum...terus lupa. Sama sekali,” ia memang tidak terkenal pandai menahan alkohol dalam darahnya.

“Nyonya Hong?” Bertemu Ibunda?

“Umm,” anggukan. “Yoon Jeonghan yang mengundangnya.”

...Apa lagi yang direncanakan Tuan Yoon kali ini?

“Begitukah?”

Dalam hati, Kim Mingyu berniat menanyakan hal ini pada Tuan Yoon atau Yang Mulia Ibu Suri ketika ia bertandang ke istana lagi. Tapi, sebelum itu, ada Tuan Lee yang harus dilewati sebagai rintangan hari ini.

Saat Tuan Kim sibuk memasak (dan, tentunya, sepupunya itu dengan seenaknya memesan porsi juga untuk dirinya dan pengawalnya, di luar keinginan Tuan Kim 💢), Tuan Lee tersenyum memerhatikan Tuan Hong. Lama diperhatikan, ia pun menjadi tidak nyaman.

”...Apa ada sesuatu di mukaku?” ketusnya, sambil mengernyit.

“Kau mencintai sepupuku?”

“Ap—” ditembak langsung begitu, Tuan Hong jadi salah tingkah. “A-aku—Pertanyaan kayak gitu...nggak mau kujawab, apalagi aku nggak kenal kamu!”

“Hee,” Tuan Lee bergumam. “Padahal kita sudah kenalan sih, tapi kau lupa ya? Baiklah. Perkenalkan. Lee Seokmin. Sepupu Alphamu.” Lelaki itu tersenyum, nampak ramah dengan matanya yang membentuk bulan sabit terbalik. Atau setengah lingkaran pelangi. “Dan ini Boo Seungkwan, tunangan—”

Pelayan,” Beta itu memotong. “Saya pelayan Tuan Lee. Salam kenal, Tuan Hong.”

(Sambil tidak mengindahkan Tuan Lee yang merajuk 😩 di sisinya.)

“Salam kenal...”

“Baik, kita sudah kenalan. Jadi,” Tuan Lee bertanya lagi. “Kau mencintai sepupuku, si Kim Tua?”

Kim Tua. Yoon Jeonghan juga bilang seperti itu ketika ia memasangkan mereka untuk berdansa pertama kali mereka bertemu.

“Kenapa kamu sama Yoon Jeonghan manggil Mingyu kayak gitu?” Tuan Hong menelengkan kepala.

Jika Tuan Lee terkejut akan informalitas Omega itu, baik terhadapnya, terhadap calon pendamping Tuan Raja, maupun terhadap Alphanya sendiri, maka Tuan Lee sama sekali tidak menunjukkannya. Alpha itu hanya tertegun beberapa detik, kemudian tersenyum lagi, menyita perhatian Tuan Hong dari ksatria pengawalnya yang menatap Tuan Hong seakan Omega itu menumbuhkan dua kepala.

“Maksudmu?” tanyanya balik.

“Itu lho,” Tuan Hong menunjuk. “Kim Tua.”

“Ah,” kekehan kemudian menyusul. “Dan kau memanggilnya dengan namanya.”

”? Ya karena namanya Mingyu?” Tuan Hong tidak paham apa masalahnya.

“Tuan Hong, menurutmu, berapa usia Alphamu?”

“Hmm,” ia menoleh, memandangi punggung sang Alpha yang tengah menghadap tungku. “Dia kalo ngomong macam kakek-kakek aja, tapi aku yakin dia masih muda... 25?”

“Dan berapa usiamu?”

“Aku? 17.”

“Ah, begitu. Yah, kau benar. Kim memang masihlah muda,” Tuan Lee meringis. “Bagaimanapun, sebagai seseorang yang seusia dengannya, aku merasa masih muda.”

“Tuan Lee, tanggal 18 bulan depan, Anda akan merayakan 37 tahun hidup Anda. Saya harap Anda mulai sadar bahwa Anda sudah tidak begitu muda lagi untuk terus bermain-main seperti ini dan mulai serius dalam pekerjaan Anda—”

“Diamlah, Kwannie, aku ke sini untuk makan, bukan untuk mendengar ocehanmu, meski aku sangat senang kau peduli padaku,” sebuah cengiran. “Kalau kau mau aku jadi lebih serius, menikahlah denganku.”

“Maafkan saya, tapi bercandaan Anda menjadi tidak lucu lagi karena diulang terus,” Boo Seungkwan menyeruput tehnya.

“Sudah kubilang, aku tidak bercanda—”

Sebentar,” Tuan Hong mengangkat tangan. Perhatian kedua orang itu pun kembali padanya. “Kamu mau bilang kalau aku dan Mingyu...jaraknya 20 tahun??”

Tuan Hong terkejut ketika Tuan Lee mengangguk santai.

Wow...jarak usia kami bahkan lebih tua dariku...