narrative writings of thesunmetmoon

Part 58

#gyushuaabo

“Selamat pagi, Tuan.”

Tuan Kim membalas sapaan itu dengan senyuman, “Selamat pagi, Tuan Park.”

Keseharian Tuan Kim bermula pagi-pagi sekali, saat cericip burung pertama terdengar dari dahan pohon persis di sebelah jendela kamarnya. Alpha itu akan bangun dan menyeka wajahnya di basin berisikan air segar yang disediakan pelayan di kamar tidurnya. Ketika ia mengelap wajah, kepala pelayan, Tuan Park, akan datang untuk menanyakan makan pagi apakah yang ia kehendaki hari itu.

Saat pertama ia berada di rumah yang dipinjamkan kakaknya tersebut, semua orang memanggilnya dengan Yang Mulia. Tentu mereka tahu siapa Kim Mingyu, namun mereka telah disumpah untuk menutup mulutnya. Untunglah, mereka segera menggantinya dengan Tuan karena Kim Mingyu bersikeras. Ia bukan Yang Mulia. Ia tidak memiliki hak. Ia bahkan memanggil semua pelayan di rumah itu dengan sopan, seperti biasanya ia memperlakukan orang lain. Karena itulah, seluruh penghuni rumah tersebut selalu berharap Tuan Kim berbahagia karena mereka senang diperlakukan seolah setara dengan adik angkat Tuan Raja.

Tuan Kim menerima koran pagi yang telah disetrika rapi sambil berkata pada Tuan Park, “Sarapan kali ini yang sederhana saja. Jika tidak merepotkan, mungkin semangkuk sereal jagung dan susu hangat.”

Tuan Park membungkuk sedikit, “Baik, Tuan. Apakah Anda ingin potongan roti dan mentega? Atau kentang tumbuk? Kami baru menerima hasil panen pertama ladang Anda di musim semi. Tuan Han tadi pagi mengantarkan kentang-kentang terbaiknya.”

Seketika, paras sang Alpha menjadi ceria.

“Begitukah? Bagaimana keadaan Tuan Han dan istrinya? Saya dengar Nyonya Han sedang mengandung?”

Tuan Park mengangguk membenarkan, lalu berkata sama cerianya, “Benar, Tuan. Mereka berdua sehat-sehat saja. Tuan Han bilang istrinya sebentar lagi melahirkan dan mereka menunggu dengan antusiasme tinggi.”

“Wah, kalau begitu, ingatkan saya untuk mencarikan hadiah untuk bayi mereka nanti.”

“Baik, Tuan.”

“Dan, baiklah, saya ingin kentang tumbuk juga, tolong. Apakah sayuran hari ini sudah datang?”

“Sudah, Tuan. Saya juga akan meminta pelayan dapur menyiapkannya.”

“Terima kasih, Tuan Park,” Tuan Kim tersenyum.

“Sudah menjadi tugas saya, Tuan,” kemudian, Beta tua itu menatap cemas pada Tuan Kim. “Maaf jika saya lancang, tapi Anda meminta sereal jagung pagi ini. Apakah Anda...”

Akan itu, Tuan Kim mengangguk.

“Saya rasa sebentar lagi.”

“Baiklah, saya akan memperingati para pelayan dan menyiapkan yang Anda perlukan,” Tuan Park membungkuk sedikit lagi. “Apakah saya perlu memanggil jasa seperti biasanya?”

Tuan Kim merenung sejenak, sebelum menggeleng. “Tidak perlu kali ini,” ujarnya. “Saya tidak ingin membuat Tuan Hong tidak nyaman. Saya minta tolong untuk mengosongkan rumah saja. Saya akan melaluinya sendiri kali ini.”

“Tapi, bukankah melalui masa estrus sendiri akan sangat menyakitkan?” kecemasan Tuan Park semakin menjadi. Pasalnya, bukan sekali-dua kali ia menyaksikan bagaimana Alpha tersebut melewati masa estrus tanpa bantuan siapapun. “Bagaimana kalau meminta Tuan Hong menemani Anda? Beliau adalah tunangan Anda, bukan?”

Langsung, Tuan Kim gelagapan. “S-s-saya bukan—Tuan Hong bukan t-tunangan saya, Tuan Park,” seluruh wajahnya merona malu. “Saya juga tidak ingin...maksud saya, Tuan Hong masih di bawah umur...”

Dan mengingat pengalaman buruk Tuan Hong sebelumnya...

“Ah, saya kira Tuan Hong tunangan Anda. Maafkan kelancangan saya, Tuan,” buru-buru, sang kepala pelayan membungkuk lebih dalam, membuat Tuan Kim segera membantahnya, mengatakan tidak apa dan meminta Tuan Park menegakkan tubuhnya lagi. “Kalau begitu, saya akan melakukan apa yang Anda minta. Saya permisi dulu, Tuan, dan akan kembali dengan sarapan Anda.”

“Baik. Terima kasih sekali lagi, Tuan Park.”

Begitu Beta tersebut menghilang, Tuan Kim membuka korannya. Hembus angin segar bertiup melalui jendela yang dibuka lebar, menyibak perlahan tirai yang terpasang di sana. Semburat mentari yang lembut menyinari set meja kecil di sudut dimana Tuan Kim tengah duduk. Pelayan telah mengganti potongan bunga kemarin dengan yang lebih segar hari ini, membuat harum samar yang datang dari vas bunga di atas meja menemani pagi sang Alpha.

Tuan Kim selalu membaca koran pagi dengan saksama agar tidak terlewat berita apapun. Meski Tuan Kim tidak berhak menjalankan pemerintahan atau turut ambil andil dalam keputusan kerajaan, namun sebisa mungkin ia ingin membantu kakaknya. Bila ada berita yang, menurut hematnya, dapat memicu pertikaian, meski kecil, Tuan Kim bisa memberitahu kakaknya terlebih dahulu sebelum benar-benar terjadi. Dan, biasanya, Tuan Raja akan mendengarkan pendapat Tuan Kim sebelum ia berpikir baik-baik dan mengambil keputusan.

Tuan Kim pandai dalam membaca sesuatu sebelum benar-benar terjadi, terutama keadaan di dalam negeri. Tuan Raja mempercayai insting adiknya itu, kerap memuji bahwa serigala Tuan Kim seolah terlahir sebagai pemimpin, namun manusianya malah memilih peran penasehat. Tuan Kim akan tertawa dan bilang bahwa dirinya tidak cocok menjadi pemimpin. Itu peran kakaknya. Ia hanya bisa berusaha sebaiknya untuk membantu memperingan kerja kakaknya.

Koran pagi itu membahas pesta pernikahan kerajaan yang akan digelar musim panas mendatang, sisanya hanya peristiwa biasa tanpa potensi bahaya. Tuan Kim mengernyit sedikit saat membaca perihal negara asal Tuan Hong, bahwa situasi politik di sana sedang bergejolak namun penyebabnya belumlah diketahui. Ada rumor bahwa Tuan Raja yang memerintah di sana kondisi kesehatannya tidak begitu baik, namun tidak ada bukti bahwa kabar itu benar dan, di foto, sang raja nampak sehat-sehat saja.

Baru saja Tuan Kim menutup korannya, Tuan Park datang mendorong kereta saji dengan sarapan Tuan Kim. Sang kepala pelayan kemudian menatanya di meja itu. Tuan Kim hendak berucap terima kasih kala Beta itu selesai menata meja, namun Tuan Park mendahuluinya.

“Dan ini, Tuan, ada surat datang untuk Anda. Diantar oleh lelaki yang mengaku bernama Tuan Moon.”

“Moon?” Tuan Kim tidak pernah mengenal lelaki bernama itu.

“Saya sudah menerawangnya ke matahari dan isinya hanya surat,” ucap Tuan Park. “Dan saya sudah memastikan tidak ada racun di amplopnya.”

Tuan Kim terheran-heran. “Anda tidak perlu melakukan hal berbahaya seperti itu, Tuan Park!” serunya kaget.

“Ini tugas saya, Tuan. Yang Mulia Baginda Raja kerap menerima surat mencurigakan seperti ini ketika berada di rumah ini.”

“Tapi, jika benar ada racun...”

“Tubuh saya sudah terlatih. Harap Anda jangan khawatirkan saya.”

Meski masih resah, Tuan Kim membuka amplop tersebut setelah Tuan Park pamit undur diri. Begitu ia membaca isi suratnya, bola mata sang Alpha melebar.

Hey, Kim.

Menarik ya, nama belakang Wen kalau di negaramu ini jadi Moon. Pas dia tahu itu, dia mengunakannya terus sampai aku bosan mendengarnya.

Ini, semua syarat yang Kak Cheol minta. Aku harap kamu bisa paham, karena negaranya terlalu jauh untuk bisa mengirim bukti yang lebih baik.

Tapi aku menyelipkan foto yang kuambil dari kamarnya ketika dia masih di negaraku. Foto ini harusnya cukup untuk meyakinkan kalian.

Kutunggu balasan darimu segera.

K.S.

Selembar foto berada di belakang surat itu. Sudah agak rusak karena perjalanan, tapi itu adalah foto Tuan Wen ketika masih lebih muda dari dirinya yang sekarang, berada di tengah-tengah begitu banyak orang. Tuan Kim memperhatikan wajah orang-orang tersebut. Saat ia menemukan satu wajah, senyumnya merekah.

“Tuan Kwon tidak berbohong...,” bisiknya lemah. Dengan antusiasme tinggi, Tuan Kim pun melipat kembali surat dan foto tersebut dan dimasukkan ke dalam amplop. Selepas sarapan, ia harus mendatangi Tuan Raja untuk memberitakan kabar gembira ini, bahwa rencana mereka nampaknya akan sukses.