narrative writings of thesunmetmoon

Part 63

#gyushuaabo

Masakannya enak. Pemilik restorannya pun ramah. Joshua keluar dengan perut kenyang dan hati senang, walau dompetnya menjadi jauh lebih ringan. Berbeda dari negaranya dimana spaghetti bersaus tomat bisa ditemukan di kedai murah pinggir jalan, di sini pasta termasuk makanan yang cukup mahal.

Lebih murah memesan sepiring Bangers and Marsh daripada pasta bola daging.

Anyway.

Joshua berdiri di pinggir jalan di siang menuju sore itu. Orang-orang lalu-lalang, menjalani kehidupan mereka masing-masing. Beberapa yang menyadari keberadaannya langsung menyapa dengan ramah, yang dibalas sama ramahnya oleh anak itu.

Di sini, di negara ini, dia bisa bebas berkeliaran sendirian meski dia adalah Omega.

Hal yang mustahil dilakukan di negaranya terdahulu.

(“Heran gue napa lo mau balik.”)

Terngiang lagi ketikan chat Vernon pas dia bilang dia mau balik ke sana setelah ulang tahunnya ke-18. Joshua maklum. Dilihat dari segi manapun, negara ini jauh lebih baik baginya. Dia bisa hidup normal di sini. Nggak perlu takut keluar rumah tanpa orang lain, nggak perlu membawa benda-benda untuk menjaga diri. Di negara ini, semua orang ramah padanya. Nggak ada satupun pernah memandangnya rendah meski dia Omega, justru malah sebaliknya.

...

Joshua tertegun, tenggelam dalam pemikirannya, sambil memandangi kerumunan di pusat kota kala itu. Matahari mulai turun ke ufuk Barat secara perlahan dan udara kian sejuk. Musim semi adalah saat paling menyenangkan di antara semua musim.

Kenapa, batinnya. Aku dulu mikir kalo pujaan mereka sama Omega itu menyesakkan?

Prejudisnya terlalu kuatkah? Seperti dia yang berpikir buruk terhadap Mingyu, akan tujuan Alpha itu mendekatinya? Nyatanya, sudah tiga bulan berlalu semenjak Mingyu meminta ijin untuk mendekatinya dan Alpha itu nggak pernah satu kali pun nggak menghormatinya. Dia nggak menyentuh Joshua di tempat-tempat yang nggak seharusnya. Untuk sekadar menyentuh pipi atau memegang tangan, Alpha itu selalu meminta ijinnya terlebih dahulu. Dia nggak menjadi arogan dan melanggar batas kesopanan hanya karena ijin telah diberikan.

Mingyu tetap menjadi Mingyu, sama seperti sebelumnya, bahkan pada bocah Omega yang dua puluh tahun lebih muda darinya.

Jika Mingyu ternyata tulus akan tujuannya ingin menikahi Joshua, maka mungkin saja negara ini nggak seburuk yang Joshua kira sebelumnya. Mungkin saja mereka benar-benar menyayangi dan menghargai Omega mereka, bukan sebagai piaraan dalam sangkar emas. Mungkin memang negara ini setulus Mingyu.

Mingyu...

Sudah dua minggu dia nggak melihat Alpha itu. Biasanya Alpha itu akan datang ke rumahnya beberapa malam seminggu, selalu pas ibunya ada di rumah. Alpha itu akan datang dengan senyuman di wajahnya, lalu buket bunga di tangannya. Atau sekotak cokelat. Atau kue-kue buatan sendiri. Pernah sekali Mingyu membawa anak anjing kecil dalam keranjang rotan. Sayangnya, rumah sewaan mereka nggak memperbolehkan miara hewan, sehingga Mingyu membawanya balik ke rumahnya dan membesarkannya di sana.

Dan, sebelum Alpha itu pulang, dia akan melepas syal yang dia kenakan (meski malam itu cukup hangat untuk nggak pakai syal) dan mengalungkannya ke sekeliling leher Joshua. Anak itu akan mengendusi syal tersebut dengan pipi merona senang. Pernah Joshua mencoba mengembalikan syal, cemas kalau syal Mingyu akan habis jika terus-terusan dia ambil, namun sang Alpha hanya tertawa ramah dan mengaku, sambil malu-malu, bahwa dia punya selemari penuh syal yang dia beli hanya untuk diberikannya pada sang Omega.

Bohong jika Joshua bilang dia nggak senang mendengarnya. Dengan apik, anak itu mengumpulkan syal Mingyu dan membangun sarangnya, perlahan-lahan, di tempat tidur. Rasanya nyaman, mengetahui bau sang Alpha menemani tiap tidurnya. Seperti tidur dalam kehangatan selimut saat di luar turun hujan.

Sekarang, syal terakhir yang diberikan Mingyu sudah berkurang baunya. Ke mana Alpha itu?

Nggak kejadian apa-apa kan...?

Ada rasa nggak nyaman bergumul, naik dari perut ke rongga dada. Tangan anak itu memegang bagian jantungnya dengan bingung, namun rasa itu lenyap secepat datangnya. Joshua, menelengkan kepala bingung, hanya mengangkat bahu dan melupakannya dengan cepat. Pemikirannya kembali ke sang Alpha.

Kalo...aku dateng ke rumahnya...nggak apa kali ya?

Joshua galau. Dia nggak tau apakah di sini dipandang sopan bila Omega bertamu ke rumah Alpha. Dia sih nggak masalah, tapi dia nggak mau Mingyu yang kena getahnya.

Hmm...hmm...aku nggak tau pula nomor teleponnya...

“Joshua?”

Kaget, anak itu menoleh.