Part 66
Teriakan panik Nyonya Hong membelah senja hari yang tenang di blok perumahan tersebut. Salah satunya senja milik Tuan dan Nyonya Nam, penghuni rumah di sebelah mereka. Tergopoh-gopoh, kedua pasangan Beta paruh baya itu membuka pintu menuju sumber keributan. Beberapa pintu lain sekitar situ juga ikut membuka.
“Nyonya Hong, apa yang terjadi?!”
Saat itulah, mereka melihat Tuan Kim mendorong kuat tubuh seseorang ke Nyonya Hong. Nyonya Hong dengan panik menjerit memanggil suatu nama.
Joshua. Nama putranya.
“Tuan Kim?? Nyonya Hong??” Tuan Nam bingung, tidak bisa berkutik. Satu langkah mendekat, sang Beta segera mencium feromon Alpha yang sungguh berat hingga seluruh bulu kuduknya berdiri.
“KUNCI! KUNCI PINTU ANDA!” suara Tuan Kim serak dan menggelegar, nadanya pun memerintah, tidak seperti sewajarnya. Alpha itu juga banjir keringat. Rambut dan kemejanya nampak acak-acakkan. Lengan Tuan Kim merah oleh darah, menetesi undakan di depan pintu rumah keluarga Hong. “JANGAN BUKA PINTU ANDA!”
“TUAN KIM!” Tuan Nam, meski ketakutan dan harus menutup hidungnya karena pekatnya feromon Alpha itu, berhasil membuat Tuan Kim menoleh. “Ada apa ini? Kenapa??”
“PANGGIL DOKTER JEON!” perintah Tuan Kim langsung. “PANGGIL DOKTER JEON KE SINI! JANGAN ADA YANG MENDEKATI SAYA ATAUPUN RUMAH INI! PANGGIL DOKTER JEON!”
Nyonya Hong, di balik pintu, segera melakukan apa yang disuruh padanya dengan terburu-buru. Tuan Hong meraung marah, berusaha membukanya lagi, namun Nyonya Hong menarik putranya sekuat tenaga ke dalam pelukan. Tuan Hong menggeram. Ia mencakar kulit ibunya, tidak sadar siapa yang tengah memeluknya sambil menangis. Ia hanya tahu bahwa ada Alpha di balik pintu itu dan ia dijauhkan dari Alpha itu.
“Alpha...,” Tuan Hong mendengking. Di satu kesempatan, Tuan Hong mendorong ibunya ke samping, merangkak ke pintu, namun ditahan lagi oleh wanita itu. “ALPHAAAA...” suaranya sungguh mengiba. Tuan Hong menangis. Kepalanya menggeleng terus-terusan. Sendi-sendi tubuhnya mulai sakit. Di belakang sana, ia mulai basah, meresap ke pakaiannya dan membentuk noda kentara. Peluh menetes, berceceran di lantai.
Dan, dalam kepalanya, hanya ada rasa tidak percaya, bingung mengapa Alpha itu menolaknya.
Menolak dirinya.
“ALPHAAAAAA....”
Ia mengiba. Ia memelas. Tangisnya terus turun dengan deras. Kuku-kukunya mencakari pintu yang dikunci rapat itu sambil memohon, memanggili Alphanya.
Tanpa disadarinya, Tuan Kim juga sama menderita di balik pintu tersebut. Ditekannya telinga kuat-kuat, tidak sanggup mendengar lolongan Omeganya. Darah masih menetes dari lengan yang ia gigit, juga dari celah bibir menuju dagu. Ia duduk dengan punggung bersandar ke pintu. Matanya membelalak. Giginya digertakkan kuat-kuat. Napasnya memburu. Keringat dingin turun di sisi kening. Ia gemetar sekujur tubuh.
Feromonnya feral, bergejolak memenuhi udara di depan rumah keluarga Hong, menyatakan ancaman tanpa kata-kata untuk semua yang berani mendekati kediaman Omeganya dalam kondisi estrus. Para tetangga kembali masuk ke rumah masing-masing sambil terus memantau dari balik tirai jendela mereka. Beberapa mendoakan kedua Alpha dan Omega itu. Nyonya Nam dengan tangan gemetar memutar angka-angka di teleponnya untuk menghubungi Dokter Jeon, berharap sang dokter dapat menolong Tuan Kim.
(Minggir.)
Tak ada jawaban.
(Manusia. Kenapa kau menghalangiku? Minggir. Biarkan aku mengklaim Omegaku.)
“Tidak. Duduk. Jangan menyerangnya. Jangan kau berani menyerangnya.”
Sang serigala menancapkan taringnya semakin dalam di lengan manusianya. Murkanya belum berakhir. Kim Mingyu, tidak berniat kalah, menatap balik sama tajamnya.
(Dia milikku!)
“Bukan!” bantah sang manusia. “Dia bukan milikmu. Joshua bukan milik siapapun selain dirinya. Jangan menyakitinya.”
Geraman kencang pun terdengar kemudian. Marah, sang serigala membuka moncongnya, melepas lengan itu, lalu memamerkan taring-taringnya yang berlumuran darah ke dekat wajah Kim Mingyu, siap mencabik dan merobek hingga tinggal cacahan daging.
(DIA OMEGAKU! AKU SUDAH MENUNGGUNYA SELAMA INI! MINGGIR ATAU KUMAKAN KAU!)
“Kalau kau memakanku, kau akan kehilangan inangmu!” meski begitu, Kim Mingyu tidak goyah. “Jika aku mati, kau pun juga!”
Hening, kemudian. Baik serigala dan manusianya hanya saling memandang. Keduanya tidak ada yang mengalah.
(Manusia. Tahukah kau?)
Sebelah alis Kim Mingyu menukik sebagai gestur bertanya.
(Kau sendiri tengah membunuh kita berdua.)
“TUAN KIM!”
Sentakan napas tiba-tiba, lalu goyangan kencang pada tubuhnya. Sejenak, ia kembali ke kesadaran dengan wajah Dokter Jeon di dekatnya. Dokter itu membalut bagian bawah wajahnya dengan sapu tangan. Matanya menyorotkan kecemasan.
“Dokter...?” letih. Tuan Kim terlalu lemas untuk bisa bereaksi.
Dokter Jeon belum pernah melihat reaksi Alpha terhadap Omega dalam estrus seperti ini. Alpha lain akan langsung kehilangan akal dan menindih sang Omega, atau berlari menjauh namun menghancurkan segala yang ia lewati sebagai bentuk penyaluran frustasi dari testosteron yang membuncah mendadak, bukannya disorientasi dan kelelahan teramat sangat seperti ini.
Sebenarnya sampai seberapa jauh Tuan Kim akan menahan Alpha di dalam dirinya begini...?
“Maaf, saya akan menyuntikkan obat penenang ke Anda,” segera, dokter itu membuka tas kerjanya dan mengeluarkan kotak kayu kecil berisikan jarum suntik serta sebuah tabung penuh cairan. Dengan cekatan, dokter itu melaksanakan tugasnya. “Tarik napas yang dalam, Tuan Kim.”
Namun, sang Alpha menolak. “Feromon...Joshua...,” ia takut jika ia menghirup napas dalam-dalam, isi kepalanya akan dipenuhi wangi memabukkan itu dan membuatnya kehilangan kendali.
“Tenanglah. Myungho bersama Omega Anda,” senyuman tipis muncul meski di balik sapu tangan. Tangannya bergerak, hendak memeriksa luka di lengan Tuan Kim. “Suami saya memiliki bakat alamiah untuk menenangkan Omega dalam kondisi tertekan.”
Pasal mendengar itu, Tuan Kim malah merenggut kasar kerah kemeja sang dokter. Matanya membulat, bersinar mengerikan bagai mata serigala yang melihat mangsanya dari balik kegelapan malam.
“Jangan menyentuh Omegaku! Dia milikku!”
Suara Tuan Kim terdengar asing. Napas Dokter Jeon tertahan sedetik. “...Apakah Anda...,” tanpa berkedip, dokter itu menelan ludah. “...Alpha Tuan Kim?”
Namun, detik berikutnya, Tuan Kim telah tenggelam, tak sadarkan diri.