Part 73
Sesuai permintaan (atau perintah?) Omeganya, Tuan Kim kembali bertandang ke rumah keluarga Hong. Malam-malam di ruang tengah rumah yang sederhana itu kembali nyaman. Perbedaan terbesar mungkin pada Tuan Hong yang duduk semakin dekat dengan Tuan Kim dan Tuan Kim yang berusaha sebaik mungkin untuk tidak langsung mundur kala Tuan Hong mendekat.
Pada suatu malam ketika mereka sedang tenggelam dalam percakapan seru mengenai kemajuan teknologi di negara asal Tuan Hong, sang Omega menaruh tangannya di lutut Tuan Kim, sementara sang Alpha membiarkan tangan itu menetap di sana, entah sadar atau tidak. Namun, Nyonya Hong menyadarinya dan wanita Beta itu diam-diam pamit, menyerahkan sisa malam tersebut pada kedua insan.
Sejak itu, semakin sering Tuan Kim dan Tuan Hong ditinggal berdua saja oleh Nyonya Hong. Mereka mengobrol ngalor ngidul, tidak tentu arah. Sedikit sentuhan yang agak intim di sini dan di sana pun menemani: helai rambut yang disapu dari sisi kening ke belakang telinga, tangan di lengan dan di lutut, terkadang jari-jemari yang bersentuhan tidak sengaja di atas sofa.
Tuan Hong menyukai itu semua. Sang Omega menyukai perhatian dan tatapan lembut Alphanya. Lebih dari apapun, ia suka ketika wajah Mingyu memerah atas sentuhan terkecil darinya sekalipun. Sang Alpha menyerahkan kendali laju hubungan prematur ini ke tangan Omeganya. Pun, Tuan Hong tidak melupakan bahwa Tuan Kim tetaplah Alpha, selembut apapun perlakuannya. Ia tidak mendorong sang Alpha hingga keluar batas.
Tuan Hong satu tahun yang lalu tidak pernah menyangka akan berada dalam hubungan seperti ini dengan seorang Alpha, namun di sini lah ia berada sekarang.
Ketika ia menoleh, ada seorang Alpha yang tersenyum padanya.
Menatapnya, seolah ia satu-satunya di dunia.
...
Semoga semua ini bukan hanya khayalan semata.
“Yang Mulia. Apakah Anda sudah menerima undangan dari Tuan Kim?”
Sang Alpha berbalik di kursi ruang kerjanya. “Ah, Kwannie,” ucapnya. “Ya, aku sudah terima.”
“Kalau begitu, saya—”
“Stop,” telapak tangan terpampang. “Kau tidak akan datang bersamaku ke pesta Kim.”
”...Apa maksud Anda?”
Tuan Lee kemudian tersenyum lemah, “Kwannie. Kau kubebas tugaskan selama satu bulan dari sekarang.”
Pernyataan barusan membuat Boo Seungkwan terkesiap.
“Tapi—Yang Mulia—”
“Nah, tunggu apa lagi? Pergilah. Kemasi barang-barangmu. Aku sudah membelikanmu tiket kereta api satu arah. Satu bulan ke depan, apabila kau masih ingin kembali bekerja padaku, aku akan mengirimkan tiket lagi padamu.”
Tuan Boo kemudian terdiam. Rasanya seperti diguyur air dingin di tengah malam. Ia berdiri di sana, tertegun, mendadak dipecat dari posisinya sebagai pengawal pribadi Lee Seokmin.
Oleh Beliau sendiri.
Mungkin...Tuan Lee sudah muak dengan penolakannya selama ini...
...Ah, ya. Beda si miskin dan si kaya. Dengan mudahnya ia digantikan begitu saja.
”...Baik, Yang Mulia,” menahan agar emosinya tidak tumpah ruah, Tuan Boo menundukkan kepala. Salam penghormatan terakhir, juga untuk menyembunyikan nada getir dalam bicaranya. “Terima kasih untuk segalanya.
Saya permisi.”
Lalu, ia pergi.
Blam.