Part 74
🔞 slight NC-17
“Sayang?”
Ketukan dua kali.
“Kau memanggilku?”
Pintu dibuka. Berdiri di ambang adalah Omeganya yang cantik dan anggun dalam balutan jubah tidur dari sutra halus. Meski begitu, parasnya dinodai oleh kecemasan, membuat sang Alpha mengerutkan alisnya.
“Cheol...,” gumam Omega itu.
Sang Alpha tidak menunggu. Ia menangkup kedua pipi kekasihnya, menempelkan ujung hidung mereka dan menggeseknya. Sebuah salam bagi kaum serigala, tetapi juga cara mereka memberikan rasa aman pada sesama keluarga. Wangi feromon Tuan Yoon menjadi lebih ringan, lebih manis.
“Ada apa...?” tanyanya lagi.
Malam telahlah turun di area pribadi Tuan Raja dan tunangannya. Yang Mulia Ibu Suri telah bertolak ke peraduan tidak lama setelah makan malam dibereskan. Para pelayan pun sudah beristirahat di ranjang masing-masing, menyisakan para penjaga di berbagai koridor istana untuk berpatroli, melindungi para penghuninya agar aman sepanjang malam.
Tuan Yoon tidak menjawab langsung. Ia menarik pakaian Alphanya dan mengajaknya masuk. Pintu di belakang mereka pun menutup.
Di dalam kamar sang Omega, keadaannya gelap tanpa lampu gas maupun lilin. Hanya sorot cahaya bulan purnama menimpa sosok mereka berdua. Di mata sang Alpha, cahaya bulan membuat Omeganya terlihat lebih...magis.
Peri hutan. Kuda bertanduk di pinggir danau yang hanya bisa disentuh perawan.
Bagai sesuatu yang indah tapi juga tak nyata.
Tuan Raja refleks menyentuh Omeganya. Takut kalau Omeganya akan hilang diambil bulan. Ketika ibu jarinya mengelus kulit halus tanpa cela, ia menarik napas lega.
“Cheol...,” ditangkupnya tangan sang Alpha untuk dibawanya ke bibir. Kecupan-kecupan kecil pun merebak di ujung-ujung jemari kekasihnya. “Aku punya permintaan...”
Tuan Raja menyibak helai rambut Tuan Yoon yang menjuntai dengan tangannya yang bebas.
“Ya?”
”...di estrusku berikutnya, aku...sudah siap.”
Tuan Raja tidak yakin dirinya menangkap maksud Tuan Yoon. Karena begitu jelas ketidak pahaman terpampang di paras, Tuan Yoon pun menghela napas. Ia melepas kedekatan mereka, berjalan mengambil sesuatu, kemudian diserahkannya pada Tuan Raja.
Sesuatu itu berupa botol besar berisikan cairan. Di labelnya tertulis—dalam goresan pena—obat penangkal kehamilan yang selalu dikonsumsi Omega apabila sudah memiliki teman masa estrus namun tidak ingin melahirkan bayi mereka. Dosis yang tertera ialah dua tetes dalam air putih hangat setiap malam
Dan botol itu masih penuh, tersegel rapi.
Jantung Tuan Raja mencelos.
“Hani...apakah ini....maksudku, apakah ini artinya...kau...?”
Omeganya lalu tersenyum. Omeganya yang cantik, anggun, dan sangat, sangat indah kala tersenyum.
“Terima kasih sudah menungguku selama tiga puluh tahun,” bisiknya. Ia membawa kedua tangan Tuan Raja ke perutnya yang rata. “Aku sudah berpikir lama. Lama sekali. Sekarang aku yakin, aku menginginkan ini.”
Saat Tuan Yoon mendongak, bulir tangis mengancam turun dari mata Alphanya.
“Musim panas besok, ketika kita menikah, adalah masa—”
“—estrusmu—” sambung Tuan Raja.
“—dan estrusmu,” Tuan Yoon menimpali. “Kau sudah 40 tahun, Cheol. Sudah saatnya keluarga kerajaan memiliki penerus.”
“Tunggu. Aku tidak mau kalau ini karena kewajiban atau tuntutan—”
Telunjuk Tuan Yoon di bibir sang raja menghentikan ocehannya.
“Percayalah. Sama sekali tidak,” gelengan kepala. “Aku punya tiga puluh tahun untuk berpikir. Dan aku sudah selesai berpikir.”
Tuan Raja melihat bagaimana Omeganya tersenyum lagi sebelum mengecup bibirnya.
“Aku ingin mengandung bayimu. Bayi kita. Ingin melahirkannya dan mencintainya seperti aku mencintaimu.”
Kecupan sekali lagi.
“Aku ingin tahu apakah bayi kita memiliki mata besar dengan bulu mata lebat sepertimu, atau hidungnya akan sekecil hidungku,” Tuan Yoon terkekeh. “Atau, mungkin, bibirnya akan semerah bibirmu yang indah ini...”
Rasanya bagai mimpi. Omeganya di sini, berandai-andai akan bayi mereka berdua. Terdorong emosi yang melimpah ruah tanpa bisa ditahan, Tuan Raja pun menangkup pipi kekasihnya, menghujani ciuman demi ciuman di bibir sampai keduanya hampir kehabisan oksigen. Feromon mereka berdua menguar memenuhi kamar tersebut dengan cepat. Tuan Yoon secara alamiah mengalungkan lengan di leher Alphanya, menariknya mendekat agar bibir mereka menempel lebih lekat.
Saat ciuman akhirnya terlepas, mereka telah merebah di tempat tidur. Tuan Yoon terbaring di bawah Tuan Raja. Terasa benar. Terasa cocok. Menyelot sempurna, dua insan manusia.
Alpha dan Omega.
Tangan sang Omega diambil Alphanya untuk dikecup penuh sayang.
Tuan Yoon tertawa lepas, lalu meringis jahil, “Nah, pertanyaanku sekarang, apakah tradisi di kerajaan adalah selibat sebelum acara pernikahan, atau...?”
Yang dibalas Tuan Raja dengan seringai sama jahilnya.
“Bagaimana jika kau berdiri di altar dengan bayi kita di dalam sini, Omega?”
Elusan tangan sang Alpha yang besar itu terasa panas di kulit perut Tuan Yoon. Napasnya tersentak. Libido merambat bagai aliran listrik dari celah antara kedua pahanya ke sekujur tubuh, membuat area intimnya seketika basah.
Tentunya, Tuan Raja bisa mencium semua itu. Pekat dan memberat, hampir-hampir solid, hingga ia seakan mampu menjilat hasrat Omeganya dengan lidahnya. Dikecupnya pipi sang Omega.
“Oh, Sayangku...,” bisiknya, membuat Omeganya spontan mengerang. “Kalau kau bereaksi seperti ini, aku tidak akan bisa menahan diri...”
Tangan sang Alpha turun, terus turun, hingga menemukan celah yang menjadi sumber feromon paling kuat untuk dielusnya di sana. Kekasihnya terkejut. Seluruh tubuhnya bergetar. Kepalanya terpelanting ke bantal kala ia mengerang makin hebat.
Di bawah sentuhan sang raja, gaun tidur itu basah sudah.
“Cheol...Cheol...,” bagai igauan, ia merintih. Raganya bergerak untuk mendekap tubuh hangat Alphanya lebih erat lagi.
Sang raja sibuk mengecupi wajah kekasihnya. “Ya, Sayang?” jawabnya akan panggilan untuk bercinta barusan. Hidungnya menemukan sisi leher sang Omega yang ia hirup dalam-dalam persis di kelenjar feromonnya. Meski belum masuk masa estrus, harum Omeganya sudah terasa berbeda, mungkin karena ia melepas obat penunda kehamilan itu. Entah akan selezat apa wangi Tuan Yoon saat tiba masa ovulasinya nanti.
Sementara itu, tangan sang Alpha di bawah sana tidak kunjung berhenti. Erangan yang keluar dari bibir ranum Omeganya malah membuat sentuhannya menggila.
Tidak sabar.
“Hani...”
Geraman rendah seorang Alpha. Napas memburu. Kejantanan pun mengeras.
”...ingin...”
Dengan lidah panasnya, sang Alpha menjilat satu jilatan besar dari sisi leher Omeganya, naik ke sisi pipi, lalu berhenti untuk mengulum daun telinga.
“Angh—C-Cheol, aku i-ingin...”
“Hmmh?” desah napas langsung dihembuskan ke telinga Tuan Yoon, membuat bulu kuduk sang Omega berdiri. “Ingin apa, Sayang?”
“Oh—” Tuan Yoon menggigit bibir bawahnya sejenak sebelum ia lepas untuk melolongkan permintaannya. “Bayimu. Berikan padaku. Aku ingin—di altar—bersama bayimu dalam perutku!”
Bagaimana seorang Alpha bisa menolak keinginan Omeganya, jikalau begitu?