Part 88
“Kak.”
“Oh, Mingyu!” di cermin, pandangan mereka bertemu. “Masuklah!”
Tuan Raja membetulkan letak beberapa medali yang tersemat di dadanya. Ia mengenakan seragam besar kemiliteran seperti yang dikenakan raja terdahulu di hari pernikahan, namun dengan model yang lebih baru dan warna yang mengikuti keinginan Omeganya. Sambil mengenakan sarung tangan putih, sang Alpha tertinggi beralih dari cermin untuk menyambut kedatangan adiknya.
“Kau bersama Tuan Hong?”
“Iya. Tadinya,” Mingyu duduk di sofa yang tersedia, di seberang Tuan Lee. “Tapi Tuan Yoon lalu memanggilnya.”
“Hani?”
Anggukan dari sang Alpha. Meski sempat ingin lanjut bertanya, Tuan Raja memutuskan bahwa ada hal-hal yang lebih baik ia serahkan sepenuhnya pada kekasihnya itu. Omeganya akan meminta bantuannya ketika ia memang membutuhkannya.
“Yo, Sepupu,” Tuan Lee mengangkat tangan.
“Anda datang sendirian?”
“Begitulah,” ucapnya. “Aku dengar adik perempuan Tuan Yoon yang seharusnya jadi pasanganku mendadak jatuh sakit. Apakah dia tidak apa-apa, Kak Cheol?”
Tuan Raja mengangguk. “Aku sempat tanyakan Hani apakah perlu kita undur, tapi dia bersikeras bahwa adiknya tidak apa-apa, hanya sedikit pusing dan lemas. Dia kini beristirahat di ruang tamu. Dokter Jeon dan Tuan Seo sedang memeriksanya,” dirapikannya sisi rambut hitamnya yang telah tertata rapi.
“Hmm... apa aku tidak usah ikut mendampingi saja? Biar tidak timpang...”
“Jangan cemas,” jelas Tuan Raja. “Kau akan tetap menjalankan tugasmu, Seokmin.” Kemudian, sang Alpha menunjuknya. “Ngomong-ngomong, mana pengawalmu?”
Tuan Lee bergumam, “Entahlah. Aku juga ingin tahu.”
“Maksud Anda?” Mingyu menatapnya bingung.
“Aku memulangkan Kwannie dua bulan yang lalu ke rumahnya. Kubilang padanya kalau aku akan mengirimkan tiket kereta sebulan lagi bila dia masih mau bekerja padaku,” mengangkat bahu, Tuan Lee tersenyum lemah. “Dia tidak kembali.”
“Seokmin...”
“Haha, sepertinya aku sudah membuatnya kesal sampai dia memilih tidak kembali lagi...”
“Kenapa Anda memulangkan Tuan Boo?”
”...,” Alpha itu menghela napas panjang. Dipijatnya kening dengan ibu jari sebelum ia menjelaskan. “Nyonya Jwa mengirimiku surat.”
”...Siapa?” Mingyu menelengkan kepala.
“Ah. Maksudmu ibundanya?”
“Ibunda?” kini sang Alpha menoleh ke kakaknya.
“Betul, Kak,” Tuan Lee membenarkan tebakan Tuan Raja. “Ibunda Kwannie mengirimkan surat padaku. Dia berterima kasih karena aku sudah mempekerjakan putranya selama ini. Intinya, dia menitipkan putranya padaku.” Ada jeda sedikit di sini. “Lalu dia menuturkan betapa rindunya dia pada putra semata wayangnya. Bahwa kondisi kesehatannya sedang tidak begitu baik. Jadi, dia memintaku untuk memberikan hari libur agar putranya bisa pulang sejenak.”
“Dan kau memberikannya waktu sebulan?”
“Betul.”
“Hmm,” Tuan Raja melipat lengan di dada. “Beritahu aku, apa kau mengatakan ini semua pada Seungkwan sebelum dia pulang?”
Hening. Ketiga Alpha duduk dalam diam. Fokus berada pada Tuan Lee yang rautnya mendadak pucat pasi.
Giliran Tuan Raja yang menghela napas kini.
“Haah...,” keluhnya. Andai ia belum bersiap-siap untuk pesta pernikahannya, mungkin sang Alpha sudah mengacak rambutnya dengan frustasi. “Tidak kau, tidak Mingyu, kalian semua membuat umurku berkurang lebih cepat...”
“Sebentar. Kenapa saya jadi ikut terseret?” Mingyu mengernyitkan alis sebagai tanda protes.
“Kau belum juga melamar Tuan Hong?”
“Saya sudah melamarnya!” bantah sang Alpha. “Joshua yang belum menjawab saya...”
“Ah, begitukah?” sang raja memainkan jari-jemarinya sendiri. “Jadi, yang satu ditahan lamarannya oleh Omeganya dan yang satu memulangkan Betanya tanpa dia sadari?”
Kedua Alpha terdiam lagi.
“Yah, sudahlah,” desahan. “Kau bersiaplah, Seokmin. Pengganti adik Hani harusnya sudah bersiap sejak tadi.”
“Baik, Kak.”
Tuan Lee kemudian beranjak dari duduknya. Mingyu segera mengikuti, namun ditahan oleh sang raja.
“Kim Mingyu.”
“Ya, Kak?”
Tuan Raja tidak berkata apapun untuk beberapa saat, hanya memandangi wajah bertanya-tanya adiknya. Belum sempat Mingyu membuka mulut, sang raja langsung memotongnya.
“Soonyoung akan melahirkan bayinya di bulan September tahun ini.”
Pernyataan itu membuat rahang Mingyu menegang.
“Dokter Jeon telah mengonfirmasinya. Antara Agustus atau September, paling lambat. Dan sesuai kesepakatan kita dengan mereka kemarin, mereka akan kembali ke negaranya di awal musim semi tahun depan, saat bayi itu sudah lebih besar untuk dibawa bepergian jauh.”
Mingyu mendengarkan dengan khidmat.
”...Ingatkah kau akan janjimu padaku, Adikku?”
Pikiran sang Alpha pun melayang ke hari itu. Hari dimana estrusnya baru saja selesai, persis sebelum ia bertemu Tuan Hong dan tanpa sengaja mengaktifkan masa estrus Omeganya itu.
“Jadi, bagaimana menurutmu?”
“Menurut...saya?”
“Ya. Aku ingin tahu pendapatmu mengenai proposal Soonyoung pada kita.”
”...Terus terang, saya tidak menyangka Tuan Kwon akan memberitahu kita bahwa dia dan adiknya pelan-pelan meracuni ayahnya sendiri... Tapi saya bisa melihat kenapa mereka melakukan itu...”
“Ah. Apa ini? Adikku yang baik hati mengharapkan seseorang mati?”
“Kak. Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri seperti apa perlakuan Alpha pada Omega di negaranya. Bahkan seekor anjing saja diperlakukan lebih baik daripada Omega di sana...”
“Aku tahu. Saat kunjungan negara, aku melihat bagaimana mereka memandang kekasihku dengan mata lancang mereka itu.”
“Cheol. Tenanglah.”
”...Maafkan aku. Aku masih menyesal membawamu saat itu, Sayangku. Tidak sepatutnya mereka memandangmu seperti itu.”
“Aku tidak apa-apa. Kim, bagaimana menurutmu tawaran Kwon kali ini?”
“Saya...”
“Aku dan Hani sedang membicarakan mengenai hal itu. Aku berpikir bahwa ini adalah kesempatan sekali seumur hidup untuk berdamai dengan negara yang telah menjadi musuh kita berabad lamanya. Bila kita bisa membuat kesepakatan dengan Soonyoung dan Chan, dan bila rencana mereka akan kudeta itu berhasil, kita bisa menyelesaikan perang dingin ini sekarang dan selamanya.”
“Tapi aku berpikir bahwa risikonya lebih tinggi daripada kemungkinan berhasilnya. Aku tidak yakin kalau Kwon dan Wen bisa menggulingkan pemerintahan semudah itu. Ayah mereka adalah diktator turun-temurun. Tentu ada satu-dua hal yang dia siapkan di balik lengan bajunya, kalau-kalau ada yang berkhianat seperti itu.”
“Mereka punya Lee Jihoon, Hani. Anak itu jenderal di kemiliteran dan kudengar dia disukai banyak anak buahnya karena cara kepemimpinannya yang baik. Aku berani bertaruh separuh dari pasukan kerajaan sudah berada dalam genggamannya.”
“Cheol, Raja Kwon yang sekarang juga memiliki tangan kanan yang dikenal sebagai dalang pelenyapan semua yang—”
“Karena itulah, Mingyu, kami butuh pendapatmu. Terima atau tidak?”
”...”
”...”
”...”
”...Mingyu?”
“Terima.”
“Kim!”
“Maafkan saya, tapi saya sependapat dengan Kakak. Saya mohon agar Anda bisa menerima proposal Tuan Kwon.”
”...Baik. Tapi, kenapa aku merasa ada alasan lain di balik ini bagimu, Adikku?”
”...”
“Kim, kau...”
”...Saya mohon pada Anda berdua untuk membuat negara asal Joshua menjadi lebih baik pada Omega daripada sekarang ini.”
“Mingyu...”
“Saya mendengar dari Nyonya Hong bahwa Joshua akan pulang ke negara asalnya ketika sudah 18 tahun.”
“Hong? Pulang? Untuk apa??”
“Saya tidak tahu. Tapi, bila itu kehendak Omega saya, maka saya ingin memulangkannya ke negara yang aman dimana dia bisa tinggal dengan damai. Begitu saya mendengar proposal Tuan Kwon, saya langsung berpikir, 'Ini dia caranya.' Jadi, saya mohon pada Anda berdua untuk membantu Tuan Kwon...”
“Mingyu, bangunlah. Jangan bersujud begitu di depanku.”
“Maafkan saya. Tapi saya benar-benar memohon. Saya memang tidak memiliki kekuatan apa-apa, namun saya janji akan membantu apapun sebisa saya. Saya akan melakukan segalanya agar rencana ini berhasil. Satu saja pinta saya:
Tolong berikan hidup yang bahagia pada Omega saya dimanapun dia berada...”
“Ya. Saya ingat.”
“Aku tidak mau mengatakan ini di depan kekasihku. Tapi ketika aku berbincang dengan Soonyoung dan suaminya, aku merasa bahwa mereka, bagaimanapun juga, memerlukan bantuan lebih dari apa yang sekarang mereka punya,” sang raja berujar pelan, seakan takut pembicaraan mereka bocor melalui sela-sela dinding. “Kemungkinan, ketika Soonyoung pulang ke negaranya, aku akan membantunya menyerang kerajaannya sendiri.”
Cepat, Mingyu mendongak.
“Kak! Apa maksud Anda?!” nadanya meninggi. “Menolong dengan memberi perlindungan pada buronan dari negara musuh saja sudah berbahaya! Anda mau pergi berperang secara fisik ke sana? Ke negara musuh dengan teknologi yang lebih maju? Anda bisa mati tertembak!”
“Adikku,” Tuan Raja meringis. “Kau tahu apa yang hilang ketika senjatamu menjadi mutakhir?”
Mingyu tak sanggup berkata-kata.
“Jiwa.”
Mata sang Alpha tertinggi itu berkilat.
“Perang itu yang menentukan pertama adalah mental. Bila mentalmu sudah kalah dan hanya mengandalkan teknologi, maka kau akan kalah. Paham?”
Mingyu meneguk ludah, tiba-tiba teringat masa dimana mereka membahas strategi perang di salah satu kelas wajib kerajaan.
“Ya...”
“Dan yang kedua adalah ini,” Tuan Raja mengetuk-ngetuk sisi kepalanya. “Seribu orang bisa mengalahkan seratus ribu musuh bila mereka menggunakan otaknya. Lagipula, Soonyoung dan Chan sudah lebih dulu mengambil ancang-ancang. Mereka melemahkan 'kepala' secara perlahan-lahan. Jika 'kepala' sudah putus, maka sisanya akan kocar-kacir dengan mudah.”
“Tapi, tangan kanan Raja Kwon—”
“Benar. Dia. Memang dialah masalah utama kita,” Tuan Raja menyetujui. “Makanya, aku harus pergi ke sana untuk membantu mereka. Tenang saja. Aku tidak akan mati sebelum melihat wajah anakku dengan kekasihku nanti.”
”...”
“Mingyu.”
Yang dipanggil mendongak.
“Janjimu,” ucap sang raja. “Akan kutagih ketika tiba saatnya.”
Ia meneguk ludah diam-diam.
“Ingat itu.”