author : wahid.

PROLOG

Namaku Bima, saat ini usiaku menyentuh 18 tahun, seperti anak remaja lainnya aku memiliki seseorang yang aku kagumi, namanya Bulan.

Bulan terlihat berbeda dari perempuan lain, aku selalu bisa menemukannya di tengah ramainya para perempuan berkumpul, dia terang, benar benar seperti rembulan yang menerangi kegelapan, bedanya bulan menerangi seluruh hatiku yang sangat gelap, tak punya arah serta tujuan.

Ia memiliki mata yang cenderung sipit, tubuhnya yang tidak terlalu tinggi, serta kulitnya yang putih dan dilengkapi dengan rambut yang panjang.

Kita dahulu satu sekolah sekaligus satu kelas dan menjadi teman yang bisa dibilang dekat. Kita saling bertukar cerita setiap ada masalah, dan mencari jalan keluar dari masalah itu secara bersama sama. Tetapi itu semua terjadi sebelum...

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Aku bima, laki laki yang memiliki perawakan cenderung kurus serta kulit yang kecoklatan. Aku jatuh cinta kepada teman dekatku yang bahkan saat itu ia sudah memiliki pasangannya sendiri.

Namanya bulan, satu satunya perempuan yang dekat dengan aku yang cenderung tertutup pada perempuan. Aku juga tidak tahu jelas kenapa bisa dekat dengan dia karena saat itu kita hanya saling berkomunikasi lewat handphone tetapi secara tidak sadar kami malah menjadi teman dekat.

Bertukar cerita itu sudah menjadi hal biasa untuk kita, masalah di sekolah, rumah, bahkan masalah kecil sedikitpun pasti kita pernah bicarakan, dan kita selalu berusaha untuk menemukan jalan keluarnya secara bersama sama, walau terkadang saran ku tidak masuk akal tetapi kadang juga itu menjadi saran yang paling baik untuk dilakukan.

Aku hanya bertemu dengan bulan di sekolah, sedangkan dirumah kita tidak pernah bertemu karena kita sibuk dengan urusan masing masing, terlebih lagi bulan juga sudah memiliki pasangan dan jujur aku merasa tidak enak dengannya.

Tetapi setalah sekian lama kita dekat, aku memiliki perasaan yang berbeda, hampir setiap malam saat ingin tidur aku selalu memikirkannya, “apakah bulan sudah tidur?”, “kalau ia belum tidur, apakah saat ini ia sedang memikirkan aku juga?”. Dan pada malam itulah hari pertama aku mencintai bulan, dia tampak terang seperti rembulan. Walaupun aku tau bulan sudah memiliki pasangan, tetapi aku tidak bisa membohongi perasaanku.

Sejak saat itu aku menjadi lebih bersemangat untuk kesekolah, yang awalnya tujuanku untuk belajar, namun kini tujuanku menjadi bertambah yaitu bertemu dengan bulan. Aku menyukai wajah dia ketika tersenyum, karena itu sangat indah seperti bulan sabit yang memiliki bentuk yang sangat indah dimalam hari.

Tetapi kedekatan ku dengan bulan tidak berlangsung lama, tidak ada angin, hujan, maupun badai, tiba tiba saja kami menjadi orang yang sangat asing, seperti lupa akan semuanya, aku juga tidak mengerti kenapa bisa seperti itu, tetapi kemungkinan besar karena pasangannya marah melihat kedekatan kita. Yah, aku juga akan ngelakuin hal yang sama sih kalau saat itu aku menjadi pasangannya.

Saat itu kita sangat minim komunikasi, melalui handphone saja jarang, apalagi secara langsung, untuk memulai obrolan juga rasanya menjadi canggung, tidak seperti saat dulu yang asal nyeletuk pun sudah bisa membuat bulan tertawa. aku sangat benci situasi saat itu, aku juga tidak bisa berbuat banyak, hanya melihat keindahan bulan dari belakang saja sudah cukup bagiku, (pikirku saat itu).

Tetapi aku mendapatkan kabar baik, namun itu menjadi kabar buruk untuk bulan. Ya, Hubungan Bulan dan pasangannya telah kandas, tetapi entah kenapa aku masih tidak bisa untuk kembali dekat dengan bulan, masih saja ada rasa canggung untuk mengobrol, rasanya juga bulan seperti tidak ingin mengobrol dengan diriku saat itu.

Namun sepertinya saat itu bunga juga sudah dekat dengan laki laki, tetapi bukan aku, melainkan Angkasa. Angkasa adalah orang yang memiliki tubuh lumayan tinggi, kulit yang putih, serta rambut yang rapih.

Aku melihat dia seperti melihat aku dan Bulan saat itu, Aku melihat bulan mengobrol, bercerita, bahkan tertawa dengan Angkasa, saat itu aku sangat putus asa karena aku merasa tidak akan pernah bisa menang melawan orang seperti angkasa dari segi fisik maupun sikap.

Bahkan saat itu aku tidak berani menengok kearah belakang karena aku tahu, di belakang terdengar jelas suara bulan yang sedang bercerita dengan angkasa. Aku hanya bisa berdiam diri mendengarkan apa yang mereka cerita kan dari kejauhan.

Cemburu, iri, jelas kurasakan pada saat itu. Tetapi aku tidak bisa berbuat apa apa, dan anehnya aku tidak bisa benci kepada bulan, meskipun begitu, aku masih mengharapkan hubungan yang baik seperti dulu lagi dengan bulan, walau terlihat mustahil, tetapi aku selalu berdoa agar bisa seperti dulu lagi, paling tidak mengobrol sebentar saja.

Seluruh doaku terjawab, aku berhasil mengobrol kembali dengan bulan, meskipun saat itu bulan juga masih suka mengobrol dengan angkasa, tetapi aku sudah sangat senang karena aku bisa kembali mengobrol dengan bulan.

Hari ini adalah hari untuk pembagian rangking di sekolah, aku langsung tertuju pada orang dengan rangking 3 yaitu bulan, dan saat itu angkasa berada di rangking 2, sedangkan aku? aku gagal mendapatkan urutan ke 10 besar, aku benar benar sangat malu, di depan bulan aku sudah terlihat kalah jelas dengan angkasa yang menempati rangking ke 2 saat itu. Tetapi bulan malah memberikan kata kata penyemangat untukku melalui pesan tulisan, aku senang, bahagia, serta gembira saat membaca pesan itu.

“Bima, ini aku bulan, kau harus selalu semangat dalam belajar, jangan putus asa karena kau belum mendapatkan rangking. Tidak peduli dengan 10 besar dalam pelajaran, kamu adalah rangking 1 di hatiku bima. Wish u all the best :p” pesan yang di tulis dengan tangan dari seorang bulan saat itu membuatku menjadi gila, karena aku sudah tidak sabar bertemu lagi dengannya di sekolah.

Namun... hari pertama di kelas 11 ini bulan tidak ada, aku berfikir mungkin dia sedang tidak enak badan atau ada urusan lain. Tetapi sudah selang 7 hari berjalan di kelas 11 ini bulan juga tak kunjung datang, dan aku mendapat kabar dari guru bahwa bulan sudah pindah sekolah sekaligus rumah ke pulau sumatera, perasaan sedih yang tidak ada hentinya, serta perasaan yang selalu menghantuiku di setiap malam, sangat membuatku tidak nyaman. Pada akhirnya aku mengerti bahwa mengungkapkan rasa sangat penting, karena kita tidak pernah tahu kapan kita akan berpisah, jadi sebelum waktu perpisahan yang akan datang itu, kita sudah harus berani untuk mengungkapkan perasaan agar tidak ada perasaan menyesal yang terkubur abadi di dalam diri.

Thanks for reading, mohon maaf kalau ada kesalahan kata yang tertera. 😅🙏